Foto: Reuters
SLEMAN (kabarkota.com) – Direktur Pasca Sarjana PPS Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII, Hujair AH Sanaky menilai bahwa pendidikan Islam baik formal maupun informal sebenarnya ampuh dalam mengantisipasi radikalisme.
Penilaian itu disampaikan Hujair dalam Diskusi Publik "Menangkal Faham ISIS di Indonesia", di Gedung Pasca Sarjana FIAI UII, kampus Demangan, Sabtu (20/9).
Ironisnya, kata Hujair, pendidikan justru menjadi tertuduh sebagai aktor utama pelaku kekerasan. Padahal, radikalisme itu dipicu dari adanya kemiskinan, kesenjangan, dan ketidak-adilan sosial.
"Apa yang salah dari dunia pendidikan kita sehingga muncul radikalisme dalam dunia pendidikan?" Tanya Hujair.
Ia menilai perlunya perubahan desain kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya, bagaimana mencetak guru agama yang berperspektif humanis dan toleran.
Direktur Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia (PSI UII), Yusdani menyebutkan kekerasan atas nama agama itu tidak bisa dilepaskan dari sejumlah aspek. Di antaranya, aspek lokal, nasional, dan global.
Menurutnya, aspek lokal ini terkait dengan tidak adanya ruang budaya bagi mereka. Aspek nasional kaitannya dengan konstitusi yang tidak mampu mengakomodir kebutuhan mereka. Sedangkan aspek globalnya, sistem ekonomi dan politik yang dianut sebagian besar negara-negara di dunia cenderung tidak menguntungkan umat Islam.
yusdani menjelaskan, persoalan ISIS tidak bisa hanya dipecahkan dengan pendekatan kultural semata, karena ada masalah sosial, politik, dan ekonomi yang melatar-belakanginya.
Sayangnya, tambah Yus, negara yang diharapkan berperan sebagaimana janji-janjinya untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera, tetapi justru tidak hadir.
"Bahkan, negara kita sekarang sudah tergadai. Inilah yang dikritik oleh gerakan-gerakan radikal selama ini," anggap dia.
SUTRIYATI