Ilustrasi (dok. pexels)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKSPTIS) memperkirakan, keputusan pemerintah mengenakan Pajak Pertambanan Nilai (PPN) 11 persen akan memberatkan keuangan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang masih berjuang meningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan pegawainya.
“Kami mengusulkan kepada pemerintah agar meninjau ulang kebijakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab
konstitusional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegas Ketua Umum BKSPTIS, Syaiful Bakhri dalam siaran pers yang diterima kabarkota,com, Minggu (10/4/2022).
Syaiful berpendapat bahwa selama ini PTS berkontribusi membantu pemerintah dalam menyelenggaran Pendidikan Tinggi (PT) dengan pendekatan nirlaba. Semestinya pemerintah mampu menciptakan iklim kondusif untuk perkembangan PTS, dengan beragam program fasilitasi.
Selain itu, BKSPTIS juga mendesak pemerintah membebaskan biaya akreditasi PT ke Lembaga Akreditas Mandiri (LAM), melalui APBN. Hal itu penting sebagai bentuk tanggung-jawab pemerintah dalam menjaga standar mutu PT nasional. Mengingat, akreditasi tersebut merupakan salah satu bentuk jaminan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi. Namun, karena sifatnya mandiri, akreditasi LAM membutuhkan biaya tinggi yang harus ditanggung oleh PT.
“Kondisi ini akan berdampak terhadap keberlanjutan PTS karena di satu sisi harus menanggung
beban tambahan. Sementara di sisi lain, PTS juga harus tatap menjaga pendidikan
berkualitas, dengan biaya terjangkau,” ungkapnya.
Lebih lanjut BKSPTIS juga mendorong agar pemerintah membuka ruang publik dalam melakukan peninjauan Undang-Undanng Sistem pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) agar tidak mengabaikan kepenitngan bangsa, termasulk pada nilai-nilai kesejarahan, dan peran signifikan setiap komponan bangsa. Terlebih, tujuan utama UU Sisdiknas untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang dapat diakses oleh seluruh warga negara secara merata. (Ed-01)