BNN Menilai Negara Belum Tepat Tangani Pecandu Narkoba

SLEMAN (kabarkota.com) – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal Anang Iskandar menyatakan penanganan para pecandu narkoba yang dilakukan negara masih salah. Menurutnya, selama ini negara selalu melakukan kriminalisasi terhadap para pengguna narkoba.

"Undang-undang kita mengkriminalkan narkoba dan mendiskriminasi pengguna. Para penyalah guna ini muaranya mengarah ke penjara," kata Anang dalam sebuah diskusi di ruang Multi Media di Kantor Pusat UGM, Rabu (27/8).

Pengguna narkoba di Indonesia, kata Anang, saat ini sebanyak 4,2 juta orang. Rinciannya, sebanyak 1,1 juta orang kategori coba pakai, 1,9 juta orang kategori teratur pakai, dan 1,2 juta orang kategori pecandu.

Menurutnya, para pengguna narkoba tidak tepat jika dikriminalkan, seperti hanya dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas). "Pengguna narkoba yang tidak disembuhkan dihukum, di sana (Lapas) akan kumat. Belum terjadi (penanganan) saling membunuh di dalam lapas. Yang lebih ekstrem, ada pabrik narkoba di dalam Lapas," kata Anang.

Rehabilitasi, katanya, merupakan sebuah metode penanganan yang mesti dikedepankan. Jika pecandu narkoba langsung diberhentikan, ia mengkhawatirkan akan terjadi kekerasan.

"Kalau kita setop bener, keributan akan timbul di dalam Lapas. Karena itu lah kita menolak kriminalisasi atau mendekriminalisasi pengguna narkoba," ujarnya. 

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro menambahkan pengguna narkoba dididik sebagai penipu ulung. Apabila diperiksan polisi seperti apa akan sama saja.

Pemakai narkoba, kata Koentjoro, banyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal itulah yang menjadi penyebab timbulkan tindak kekerasan dikalangan para pelajar.

"Kerusuhan, kekerasan banyak dilakukan pengguna narkoba," katanya. Menurutnya, narkoba banyak digunakan dengan alasan stimulan dan diperlukan pencegahan.

Untuk melakukan pencegahan, lanjutnya, tak hanya dilakukan di tingkatan universitas, akan tetapi harus sampai ke dalam civitas akademik di perguruan tinggi.

"Tak cukup hanya mahasiswa tapi dosen juga. Tetapi juga diberikan perlindungan pada penggunanya untuk bisa dilakukan rehabilitasi," kata dia. (kim/aif)

Pos terkait