Rombongan Bregodo Napak Tilas Jenderal Sudirman di halaman masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Senin (1/10/2018). (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Suasana halaman masjid gedhe Kauman Yogyakarta, Senin (1/10/2018) sore tampak riuh dengan kehadiran rombongan Bregodo Napak Tilas Jenderal Sudirman yang sebagian mengenakan surban putih, dan sebagian lagi mengenakan pakaian adat Jawa dengan menenteng rebana. Rupanya mereka adalah jamaah dari masjid Pathok Negoro Plosokuning yang usai menggelar pentas salawat badui di kompleks masjid keraton Yogyakarta tersebut
Suasana kian riuh ketika mbah Badrowi, seorang veteran yang menjadi salah satu saksi hidup di jaman penjajahan melantunkan lagu diiringi tepuk tangan orang-orang:
Walaupun Yogya kembali ke tangan kita lagi
Itulah bukan berarti untuk bersenang hati
Musuhmu mengintai selalu, mencari saat yang jitu
Kembali untuk menyerbu, masuk Ibu Kotamu…
Lirik lagu tersebut seolah menggambarkan perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman yang melakukan gerilya, saat penjajah Jepang mulai masuk ke Kota Yogyakarta yang ketika itu menjadi Ibu Kota Negara, usai merdeka dari jajahan Belanda.
Menurut Badrowi, kemerdekaan Indonesia diperjuangkan oleh rakyat dan tentara, sehingga pihaknya sangat menyayangkan jika kini setelah merdeka, justru praktik-praktik korupsi meraja-lela.
“Kami berjuang tanpa pamrih, tanpa bayaran. Setelah merdeka, kenapa justru dijadikan jaminan untuk korupsi? Janganlah seperti itu,” pinta imam besar masjid Pathok Negoro Ploso Kuning ini.
Makna di Balik Napak Tilas Jenderal Sudirman
Bregodo Napak Tilas Jenderal Sudirman yang diprakarsai oleh Majlis Takmir Masajid Mataram Islam Yogyakarta (MaTMMI) ini rencananya akan dilaksanakan selama empat bulan ke depan, dengan rute sepanjang 1.009 km, dengan menelusuri Rute Pangsar Sudirman (PRS), yang juga diselingi dengan singgah di masjid-masjid untuk berdakwah, serta beranjang-sana ke masyarakat sekitar untuk mensosialisasikan nilai dan jiwa kebangsaan.
Penanggung-jawab MaTMMI, Kamaluddin Purnomo menjelaskan, rangkaian kegiatan ini diikuti oleh 10 jenderal dari TNI/Polri, masyarakat masjid-masjid, dan komunitas-komunitas yang memiliki komitmen terhadap Pancasila dan perjuangan Pangsar Sudirman.
“Ini panggilan jiwa kami semua, bahwa di tengah hiruk pikuk sekarang ini, ada substansi yang harus diingat dan selamatkan. Jangan sampai nilai-nilai yang penting itu justru tergeser dengan hiruk pikuj sesaat.” kata Kamaluddin kepada kabarkota.com.
Substansi yang dimaksud Kamaluddin adalah melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, dan menjauhkan Negara dari gangguan-gangguan termasuk ideologi melenceng yang akan memecah-belah bangsa.
“Kita isi kemerdekaan ini dengan rasa syukur. Ini adalah sebuah perjuangan tersendiri, serta menjauhkan Negara dari hal-hal yang melenceng, karena (kalau tidak) itu akan sangat menyakitkan bagi para pejuang,” anggapnya.
Pesan Jenderal untuk Berdakwah
Sementara bagi Anton Bachrul Alam, salah satu Jenderal Purnawirawan dari Polri, selain sebagai ajang bersilaturrahim dengan warga Yogyakarta, Napak tilas ini juga sebagai lahan dakwah, terutama untuk “menghidupkan” masjid-masjid.
“Dakwah ini penting dalam hidup untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, karena mengajak orang-orang untuk taat kepada Allah SWT,” anggap mantan Inspektorat Pengawasan Umum Polri ini.
Anton mengaku merasa terpanggil untuk berdakwah, sejak dirinya masih berdinas di kepolisian. Bahkan ia menganggap rugi jika amanah jabatan tidak sekaligus dimanfaatkan untuk berdakwah.
“Generasi sekarang perlu berdakwah mumpung masih muda. Karena kalau dakwah sampai ditinggalkan, nanti akan banyak orang yang tidak paham, dan tak mengenal Allah SWT,” pesan Anton. (Sutriyati)