Project Manager Sub-Project 05 SCP Switch Asia Indonesia, Christine Effendy (kedua dari kanan) dan Tim Leader SCP, Edzard Reuhe (kanan). (Ahmad Mustaqim/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Banyaknya hotel di Indonesia belum semua menerapkan sistem Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan atau Sustainable Consumption and Production (SCP), bahkan terlampau sedikit. Padahal program SCP tersebut sudah tersosialisasikan lebih dari dua tahun lalu.
"Di Indonesia, hanya 15 sampai 30 hotel yang tersertifikasi TUV Rheiland atau sudah menerapkan SCP," kata Project Manager Sub-Project 05 SCP Switch Asia Indonesia, Christine Effendy kepada rekan media di Green Host Hotel, Jalan Prawirotaman II, Yogyakarta, Sabtu (13/12).
SCP merupakan program bertujuan menciptakan Green City atau Kota Hijau yang didanai Uni Eropa dan Switch Asia Policy Support dengan bekerja sama Kementerian Lingkungan dan Kehutanan. Program itu fokus pada sektor pariwisata, terutama implementasi pada perhotelan.
Menurut Christine, dengan menerapkan SCP secara tidak langsung akan mengurangi dampak negatif keberadaan hotel, seperti meminimalisasi penggunaan air tanah dan pembuangan limbah air.
SCP, kata Christine, sebenarnya bisa memulainya dengan langkah sederhana. Misalnya, menggunakan lampu hemat energi, menerapkan bahan bangunan ramah lingkungan, serta menerapkan hemat pemakaian air. Pihaknya juga mengaku sudah selesai menyusun puku panduan berjudul "Produksi Bersih dan Berwawasan Lingkungan Industri Perhotelan" untuk diberikan kepada pelaku pengusaha perhotelan.
"Program SCP perlu dukungan penuh. Termasuk dukungan kebijakan dari pemerintah dan pelaku industri," kata dia.
Tim Leader SCP, Edzard Reuhe mengatakan, penerapan SCP sangat penting, tak hanya pengusaha perhotel tapi juga masyarakat luas, termasuk di lingkungan rumah tangga. Edzard mengungkapkan, sebanyak 60% ekosistem di bumi sudah mengalami kerusakan. Kerusakan itu salah satunya disebabkan pengambilan bahan baku dalam bumi sebanyak 140 miliar ton setiap tahunnya.
Ia berharap, para penduduk di bumi mulai menerapkan pola hidup ramah lingkungan. Baik dari sisi makanan, transportasi, bangunan, dan energi. "Meski konsumsi tinggi, tapi harus tetap enak hidup di bumi kita," ujarnya.
Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Ika Rostika mengklaim jika BLH memiliki peran dominan dalam hal ini. Namun, pihaknya tidak mau disalahkan jika pembangunan hotel yang tinggi di Yogyakarta banyak menimbulkan dampak negatif, termasuk berkurangnya debit air. "Itu gawangnya dinas perizinan. BLH sudah memberikan rekomendasi agar dilakukan pembangunan ramah lingkungan," ujarnya.
AHMAD MUSTAQIM