Dukungan untuk Warga Wadas Gugat Ganjar Pranowo

Yogyakarta – Upaya warga Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA), untuk gugat Ganjar Pranowo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, mendapatkan dukungan dari Solidaritas untuk Warga Wadas.

Solidaritas untuk warga Wadas tersebut merupakan gabungan dari sejumlah lembaga di Yogyakarta, di antaranya LBH Yogyakarta, WALHI Yogyakarta, FNKSDA Yogyakarta, Koalisi Advokat Untuk Keadilan Gempadewa, serta seluruh Solidaritas untuk GEMPADEWA.

Bacaan Lainnya

Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia, selaku Kuasa Hukum Warga Wadas menyatakan, selama ini warga Wadas sudah melakukan penolakan terkait penetapan lokasi tanah bagi pembangunan Bendungan Bener.

Tetapi, kata dia, Ganjar Pranowo mengabaikan dan tidak mendengarkan aspirasi Warga Wadas.

“Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh Warga Wadas dalam memperjuangkan hak mereka. Selain di ranah pengadilan, Warga Wadas juga melakukan perjuangan di luar pengadilan,” tuturnya melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Juli 2021.

Senada dengan Julian, Atqo Darmawan Aji, dari Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LKBH FH UII) mengatakan, Ganjar sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Jawa Tengah harusnya dapat mengambil kebijakan dengan sikap yang bijaksana.

Sebagai pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya saat masyarakat, khususnya warga Wadas melakukan penolakan, Gubernur Jawa Tengah datang langsung dan mendengarkan alasan-alasan warga dalam melakukan penolakan tersebut.

“Penolakan penambangan batuan andesit oleh masyarakat Wadas tentunya mempunyai alasan-alasan yang kuat dan berdasar tidak hanya asal bersuara,” tuturnya.

Jangan sampai, lanjut dia, penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener justru menjadi musibah bagi masyarakat di sekitar penambangan batuan andesit tersebut.

Sementara, Imam Joko dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesian Yogyakarta (PBHI) juga menyatakan dukungan PBHI terhadap perjuangan Warga Wadas.

Dia menyebut, pihaknya menilai upaya warga sudah benar, hanya saja Warga Wadas tidak didengarkan.

“Secara konstitusi Warga Wadas dilindungi. Kehidupan masyarakat harus bebas polusi. Kami mendukung dan ikut serta meggugat negara dalam hal ini tanpa adanya partisipati warga, tanpa adanya keperluan warga sendiri,” jelasnya.

Dia menambahkan, meskipun pembangunan itu merupakan Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), tetap harus melihat aspek masyarakat sehingga harus mensupport.

“Kita menggugat Izin Penetapan Lokasi karena tidak sesuai dan tidak memikirkan aspek kebencanaan.”

Fadli dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Bantul, berpendapat  kejadian yang ada di Desa Wadas tidak seharusnya terjadi. Menurutnya, pemerintah harus membuka diri.

“Gugatan sudah masuk, sementara upaya ilegal terus dilakukan oleh pemerintah yang mana tidak pro kepada rakyatnya. Begitu rusaknya ketika dilakukan akan hilang,” tuturnya.

Herry Antoro dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Sleman juga menyatakan dukungan untuk warga Wadas. Karena pihkanya melihat bahwa ada cacat prosedural oleh Pemerintah Jawa Tengah, khususnya berkaitan tinjauan akan hal ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan masyarakat Wadas.

“Secara tegas kami mendukung sekaligus mengoreksi adanya izin yang diberikan oleh Pemerintah Jawa Tengah khususnya berkaitan dengan adanya audit lingkungan, yang dalam hal ini disinyalir belum dilakukan yang nantinya berakibat negatif terhadap kehidupan masyarakat wadas.”

Senada dengan perwakilan lembaga di atas, Suraie selaku Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Wonosari, Tuson dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Wates, Ali Jabbar Nasution Yayasan Bantuan Hukum (YBH) Artono, juga menyatakan dukungannya.

“Akibat keserakahan pemerintah menimbulkan konflik antar warga dengan pemerintah tidak harmonis sehingga harus menghentikan kegiatan pematokan di sini. Pemerintah harus fokus menanganai pandemi,” kata Ali Jabbar.

Bahkan, Zul Afif selaku Staf Ketua Litigasi Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH PC NU) Kota Yogyakarta, berpendapat bahwa Ganjar Pranowo telah melanggar hak asasi.

“Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah melanggar hak asasi manusia dalam hal keberlangsungan hidupnya,” tuturnya.

Aryanto selaku Staf Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH) Pandawa, menyatakan, seharusnya ketika ada penolakan dari masyarakat Wadas, Gubernur tidak serta merta mengeluarkan lagi izin penetapan lokasi baru.

“Kalo benar-benar Gubernur mau menyejahterakan rakyatnya, harus mempertimbangkan segala masyarakat. Ada gerakan secara ilegal oleh pemerintah harus dilihat. Pemerintah jangan seenaknya melakukan tindakan,” urainya.

Warga Wadas Menggugat Ganjar Pranowo

Sebelumnya, pada 15 Juli 2021, GEMPADEWA mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Jawa Tengah. Mereka menggugat Ganjar Pranowo selaku Gubernur JawaTengah atas kebijakannya yang dinilai sangat merugikan warga Wadas, yakni menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni  2021.

Izin penetapan lokasi di Wadas, disebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Bahkan, izin penetapan lokasi itu cacat prosedur dan cacat substansi di dalamnya sehingga harus dibatalkan.

Warga Wadas menilai Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memahami akibat hukum dari berakhirnya izin penetapan lokasi, izin perpanjangan penetapan lokasi serta proses ulang sebelum diterbitkannya izin penetapan lokasi yang baru.

Kedua, pertambangan batuan Andesit tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, sebagaimana telah diubah dalam Pasal 123 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.

Ketiga, izin penetapan lokasi cacat subtansi karena tidak sesuai dengan RencanaTata Ruang Wilayah Daerah Purworejo.

Keempat, pertambangan andesit yang Lebih dari 500 ribu meter Kubik harus memiliki AMDAL tersendiri.

Izin penetapan lokasi juga disebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Amdal. Kelima, Ganjar dinilai tidak memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Keenam, izin itu juga dinilai tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air. Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan 28 sumber mata air yang ada di Desa Wadas.

GEMPADEWA bersama Koalisi Advokat Untuk Keadilan GEMPADEWA, menuntut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang Jawa Tengah mengabulkan gugatan Warga Wadas secara keseluruhan; mencabut izin penetapan lokasi pembaruan yang menyantumkan Desa Wadas; menghentikan segala bentuk eksploitasi alam dengan dalih kepentingan umum; meminta negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak Warga Wadas; serta menuntut aparat kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap Warga Wadas. #

 

Penulis: Kurniawan

Editor: Jidi

Pos terkait