Seorang penyandang disabilitas tengah menansatangani petisi di Dria Manunggal, Kamis (14/1/2016). (Sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Beragama dan beribadah sesuai kepercayaannya merupakan hak mendasar bagi tiap-tiap warga negara, termasuk kaum difabel yang semestinya mendapatkan perlindungan dari Negara.
Namun, seorang penyandang tuna netra yang juga Direktur Dria Manunggal, Setia Adi Purwanta mengatakan, selama ini para difabel sering kali mengalami kesulitan saat hendak beribadah di tempat-tempat peribadatan yang hampir seluruhnya belum ramah difabel
“Perwujudan tempat dan metode ibadahnya masih diskriminatif,” sesal Setia, saat menggelar jumpa pers di kantornya, Kamis (14/1/2016).
Menurutnya, pemahaman bahwa Tuhan itu di atas dan suci justru menyulitkan difabel utamanya pengguna kursi roda, karena umumnya kursi roda tak bisa dibawa masuk ke tempat peribadatan sebab dianggap mengotori. Padahal, kursi roda merupakan kaki bagi mereka.
Selain itu, imbuhnya, masih ada anggapan bahwa penyandang disabilitas itu mendapatkan dispensasi dalam beribadah sehingga tidak harus berada di tempat-tempat peribadatan umum membuat mereka tak tak tampak. Padahal, rumah ibadah tidak sekedar tempat untuk melaksanakan peribadatan, tetapi juga sebagai tempat bersosialisasi dan menimba ilmu keagamaan.
Karenanya, para penyandang disabilitas yang tergabung dalam Difabel Muda Lintas Agama, bersama dengan Kelompok Muda Lintas Agama dan Organisasi Masyarakat Sipil berencana mengirim petisi untuk mewujudkan aksesabilitas dalam kehidupan beragama atau berkeyakinan bagi difabel.
Ditambahkan setia, petisi tersebut akan dikirim ke 48 lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah, serta pihak-pihak terkait lainnya, termasuk kepada Presiden RI.
Dari 11 poin tuntutan, diantaranya mereka ingin mendorong dan memastikan agar sarana, prasarana, dan fasilitas yang aksesibel bagi difabel dalam menjalankan ibadah dapat disediakan dengan selayaknya. (Rep-03/Ed-03)