Ilustrasi (kaskus.co.id)
BANTUL (kabarkota.com) – Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UII, Eko Riyadi menganggap, kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir Said Tholib hanya akan terungkap, jika pemerintahan yang baru nantinya berani melibatkan intelijen.
Menurut Eko, keterlibatan intelijen ini akan sangat membantu pengungkapan kasus itu karena ada data-data yang tersimpan di kalangan mereka.
“Pertanyaannya, Jokowi – JK berani tidak untuk melibatkan mereka?” Ucap Eko kepada kabarkota.com di ruang kerjanya, Jumat (5/9). Terlebih Munir terbunuh di era pemerintahan Megawati.
Pihaknya mensinyalir ada dua faktor yang menjadi penyebab sulitnya kasus Munir ini diungkap meski hampir 10 tahun berlalu. Kedua faktor itu adalah keterlibatan negara secara langsung, dan aroma konspirasi yang kuat dalam kasus tersebut.
“Kalau penyelesaiannya dengan pendekatan hukum pidana murni, maka akan sulit untuk dilanjutkan,” anggap Eko.
Namun, kasus ini masih bisa dilanjutkan jika menggunakan pendekatan hukum pidana yang dimaknai secara progresif. Ia mencontohkan, bukti-bukti seperti foto dan rekaman yang dalam hukum pidana murni tidak bisa digunakan sebagai alat bukti, maka dengan pendekatan yang progresif, itu menjadi sah di mata hukum.
Eko berpendapat, jika memang nantinya kasus Munir ini akan kembali diusut, maka langkah awal, perlunya mereview kembali proses persidangan dan fakta-fakta yang diperoleh Tim Pencari Fakta (TPF) ketika itu.
Sebelumnya, aktivis HAM asal Malang tersebut dibunuh dalam perjalanan dari Indonesia ke Amsterdam dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia, pada 7 September 2004 silam. Berdasarkan hasil autopsi, Munir meninggal karena racun yang dicampurkan dalam makanannya.
Eko menilai, pembunuhan terhadap Munir ini merupakan pembunuhan terhadap aktivis HAM dan demokrasi di Indonesia. Oleh karenanya, perlu perjuangan dari semua para aktivis yang lebih terorganisir untuk bisa menuntaskan kasus tersebut. (tri)