Ilustrasi (dok. istimewa)
YOGYAKARTA (kabarkota
com) – Sidang sengketa Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (16/3/2017) besok. Kubu pasangan calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta, Imam Priyono – Ahmad Fadli (IP – Fadli) termasuk salah satu pihak yang mengajukan gugatan tersebut.
Kepala Badan Pemenangan (BP) Pemilu DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto mengatakan, tuntutannya untuk menggelar pemungutan suara ulang semakin gencar disuarakan. Terlebih, setelah keluarnya rekomendasi dari Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Kota Yogyakarta yang intinya ketua PPK Umbuharjo, Gondokusuman dan Danurejan diajukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Bawaslu DIY karena dianggap tidak transparan dan akuntabel dalam proses penyelenggaraan Pilkada di Kota Yogyakarta.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa salah satu Ketua PPK ternyata diduga sejak bulan agustus 2016 sudah mengajukan surat pindah kependudukan. Artinya, sudah tidak lagi menjadi penduduk kota yogyakarta. Padahal, ini adalah syarat mutlak legal standing bagi semua penyelenggara pilkada di Kota Yogyakarta,” ungkap Fokki dalam siaran persnya, Rabu (15/3/2017).
Di samping itu, Fokki juga menilai, Pemkot Kota Yogyakarta di bawah PJ Walikota, Sulistyo juga tidak serius dalam menangani atau menindaklanjuti rekomendasi Panwas Kota Yogyakarta tentang dugaan melanggar kenetralan ASN, di mana sudah tiga minggu sejak rekomendasi yang dikeluarkan Panwas tidak ada kelanjutannya. Keadaan itu masih diperparah dengan adanya enam ajudan PJ Walikota yang juga terlibat aktif dalam proses pemenangan salah satu calon padahal mereka adalah ASN.
“Bahkan mereka juga masih menjalankan aktivitas kunker ke luar daerah dan ke luar negeri menggunakan dana APBD Kota Yogyakarta, seolah-olah ada hadiah atau reward atas ketidaknetralan mereka,” anggapnya.
Menanggapi hal tersebut, ketua Panwas Pilkada Kota Yogyakarta, Agus Muhammad Yasin
membenarkan adanya laporan tentang tiga PPK yang diduga melanggar kode etik.
“Kami sudah menerima laporan, klarifikasi, mengkaji, dan selanjutnya meneruskan kajian kami ke DKPP, melalui Bawaslu DIY,” jelas Agus, saat dihubungi kabarkota.com.
Pihaknya menambahkan, PPK yang bersangkutan dilaporkan, karena tidak melaksanakan rekomendasi Panwascam setempat, untuk menerapkan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan masing-masing.
“Jika nantinya terbukti, maka yang bersangkutan tidak boleh menjadi penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Sementara komisioner Bawaslu DIY, Bagus Sarwono mengaku, pihaknya telah menyampaikan laporan tersebut ke DKPP. Namun untuk hasilnya, kata Bagus, masih menunggu putusan sidang.
“Itu nanti (hasilnya) tergantung putusan sidang DKPP. Saya tidak bisa menebak-nebak soal itu,” jawab Bagus, saat ditanya terkait kemungkinan digelarnya pemungutan suara ulang, jika PPK yang bersangkutan terbukti bersalah. (Rep-03/Ed-03)