Jika Ditolak, Perppu Pengganti UU Pilkada Permalukan Pemerintahan Baru

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Ni'matul Huda saat di Jakarta belum lama ini. (Antara Foto/ M. Agung Rajasa)
 
 
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Ni'matul Huda menilai keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah akan membebani pemerintahan Jokowi-JK.
Ia menjelaskan, bahwa Perppu yang dikeluarkan SBY secara hukum memang sudah sah dan mengikat. Akan tetapi, Perpu tersebut hampir dipastikan bakal tidak berlaku jika telah diajukan ke DPR dan mendapat penolakan. 
Menurutnya, hal tersebut justru akan mencoreng citra pemerintahan yang baru. "Persoalannya, kalau di DPR KMP (Koalisi Merah Putih) dominan dan demokrat di dalamnya, sudah pasti ditolak," kata Ni'matul ketika ditemui di Kantor Program Magister Hukum FH UII Yogyakarta.
Ni'matul memandang bahwa Perpu yang telah ditandatangani SBY akan mengacaukan tata negara. Alasannya, setelah Perppu sah namun ada kemungkinan dicabut lantaran DPR tidak menyetujui. 
Ia juga mempertanyakan alasan SBY mengeluarkan Perpu lantaran dasar kondisi kegentingannya tidak tampak secara langsung. Menurutnya, Perppu boleh keluar kalau tidak ada UU. Selain itu, Ni'matul pun mempertanyakan apakah Perpu yang dikeluarkan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat atau partainya. Mengingat, partai Demokrat yang ia nahkodai justeru walk out dalam pembahasan UU Pilkada tersebut. 
Menurutnya, mestinya SBY membiarkan terlebih dahulu masyarakat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Apabila ditolak barulah Presiden yang baru mengeluarkan Perppu. 
"Sidangnya ini akan dilakukan di masa Jokowi, kemungkinan akan mempermalukan pemerintah. (Harusnya SBY) jangan memberikan beban kerja ke kabinet berikutnya," ujar Koordinator Program Magister Hukum FH UII ini.  
AHMAD MUSTAQIM

Pos terkait