Masyarakat Sipil DIY Laporkan Gubernur DIY ke Komnas HAM. Ini Isinya

ARDY melayangkan Surat ke Komnas HAM terkait laporan dugaan pelanggaran dalam penerbitan Pergub No.1 Tahun 2021, di Kantor Pos Besar Yogyakarta, 16 Februari 2021 (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melayangkan surat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No. 1 Tahun 2021.

Bacaan Lainnya

Juru Bicara ARDY, Yogi Zul Fadhli menganggap, Pergub tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka berpotensi melanggar HAM, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

“Secara substansi, ada empat hal yang menurut kami melanggar HAM,” ungkap Yogi, 16 Februari 2021.

Pertama, pembatasan kawasan penyampaian pendapat di muka umum, dengan berkedok pariwisata yang mengacu pada keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata.

Pasal 5 Pergub No. 1 Tahun 2021 mengatur penyampaian pendapat di muka umum berlangsung di ruang terbuka sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali di Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro, dengan radius 500 meter dari pagar atau titik terluar. Padahal, di kawasan Malioboro terdapat gedung DPRD DIY dan Kompleks Pemda DIY yang selama ini menjadi tempat bagi masyarakat sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah.

“Pergub tersebut menghambat setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya di ruang publik,” tegas Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini.

Kedua, pembatasan waktu penyampaian pendapat di muka umum. Pasal 6 membatasi penyampaian pendapat di muka umum hanya dapat dilaksanakan dalam kurun waktu pukul 06.00 -18.00 WIB.

Ketiga, pembatasan penggunaan pengeras suara. Hal tersebut sebagaimana diatur juga dalam pasal 6 yang mengharuskan setiap orang mematuhi batas maksimal baku tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara sebesar 60 desibel.

Keempat, pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam urusan sipil. Mengingat, Pasal 10 memberikan kewenangan bagi TNI ikut serta dalam wilayah koordinasi sebelum, saat dan setelah pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum.

Pada pasal 11, TNI juga diberi mandat untuk terlibat dalam pemantauan pelaksanaan penyampaian pendapat, serta ikut melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan, sebagaimana diatur dalam pasal 12.

ARDY Anggap Pemda DIY anti-Kritik

Tri Wahyu KH dari Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta berpendapat bahwa sebenarnya Gubernur tidak memiliki kewenangan untuk menghidupkan TNI di ranah sipil.

“Kami khawatir kalau sekarang soal isu kritik, Pemda DIY ini anti-kritik yang sacara konkret membatasi lokasi-lokasi aksi,” Tegas Tri Wahyu.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani mengungkapkan, dengan adanya Pergub tersebut, maka aksi 16-an untuk Udin yang biasanya digelar di depan Gedung Agung juga tak bisa dilaksanakan lagi.

“Ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia,” sesalnya.

Sekaligus, kata dia, peraturan tersebut memperparah situasi yang buruk dalam kebebasan berekspresi dan menyampakan pendapat di Indonesia. Terlebih, berdasarkan data terakhir sebagaimana dilaporkan The Economist Intelligence Unit, Indeks Demokrasi di Indonesia menurun ke level 69, selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

“Jadi tuntutan kami, Pergub ini harus segera dicabut apabila kita ingin punya pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

ORI DIY Minta Penjelasan Sultan

Di lain pihak, Kepala Perwakilan ORI DIY, Budhi Masturi akan meminta penjelasan Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Rabu (17/2/2021).

“Ya, kami akan meminta penjelasan pada pukul 11.00 WIB,” ucap Budhi, Rabu (17/2/2021).

Langkah tersebut sebagai tindaklanjut ORI-DIY atas laporan ARDY pada 27 Januari 2021 lalu.

Selain menyampaikan somasi terbuka tehadap Gubernur DIY, pada 19 Januari 2021, ARDY juga melaporkan Gubernur DIY, Sultan Hamengku Bowono X ke Perwakilan Ombudman RI DIY atas dugaan pelanggaran mal-administrasi dalam penerbitan Pergub tersebut.

Semetntara sebelumnya, pada 21 Januari 2021 lalu, Sultan menanggapi keberatan atas terbitnya Pergub tersebut, dengan mempersilakan ARDY membawanya ke pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, pihaknya berdalih Pergub tersebut sebagai tindak-lanjut atas Surat Menteri Menparekraf/Baparekraf.

Namun ARDY justru berpendapat bahwa Pemda DIY tak paham hukum karena seharusnya Pergub bukan menjadi ranahnya PTUN, melainkan Mahkamah Agung. (Rep-02)

Pos terkait