Replika keranda mayat dan boneka yang diusung Paguyuban Tri Dharma saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur DIY, pada Rabu (11/9/2024). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ratusan Pedagang Kali Lima (PKl) Teras Malioboro (TM) 2 yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Tri Dharma untuk kesekian kalinya menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur DIY, pada Rabu (11/9/2024).
Dalam aksi kali ini, para pedagang menyerukan akan melaporkan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), jika dua tuntutan yang mereka suarakan selama ini tak segera dipenuhi.
Dua tuntutan yang selama ini mereka suarakan, yakni pelibatan PKL Teras Malioboro 2 khususnya Paguyuban Tri Dharma dalam proses relokasi jilid 2 yang saat ini sedang berjalan. Selain itu, pedagang meminta agar Pemda DIY memastikan bahwa pemindahan PKL ke tempat yang baru nantinya benar-benar membawa kesejahteraan bagi pedagang.
Ketua Paguyuban Pedagang Tri Dharma, Supriyati alias Upik mengungkapkan alasan pedagang ingin melaporkan Pemda DIY ke UNESCO karena organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut sebagai pihak yang telah menetapkan Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang didalamnya termasuk Malioboro sebagai Warisan Budaya Dunia tak Benda.
“UNESCO sendiri menyampaikan bahwa pelibatan masyarakat juga harus ada. Tapi nyatanya sampai saat ini, kami tidak dilibatkan,” kata Upik kepada wartawan di sela-sela aksinya.
Upik menganggap, sikap Pemda DIY dalam proses relokasi pedagang TM2 yang kedua kalinya itu tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UNESCO sehingga pihaknya mendesak agar status Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya tak Benda dicabut.
Lebih lanjut Upik menjelaskan, aksi kali ini sebagai bentuk kekecewaan kepada Pemda DIY karena pihaknya telah dua kali mengirim surat permohonan audiensi ke Gubernur DIY tetapi tidak ditanggapi sesuai harapan mereka.
“Kami pernah berkirim surat ke Dinas Kebudayaan DIY untuk audiensi. Waktu itu katanya akan ada pertemuan, tetapi ternyata langsung digagalkan. Makanya kami kembali ke sini, bersurat kedua kali dan ditolak lagi,” sesalnya.
Berdasarkan sejumlah dokumen yang diterima kabarkota.com, surat permohonan audiensi ke Gubernur pertama kali dikirim oleh Paguyuban Tri Dharma pada 3 September 2024.
Dalam surat tersebut, para pedagang pada intinya menyampaikan empat hal. Pertama, mereka ingin menyampaikan secara langsung terkait kondisi PKL TM 2 pasca relokasi pertama.
Kedua, pedagang ingin langsung menyampaikan aspirasi, pendapat, dan juga harapan terkait penataan pedagang PKL Malioboro yang terdampakkebijakan penataan kawasan sumbu filosofi.
Ketiga, PKL ingin dilibatkan secara partisipatif dan demokratis dalam proses penataan kawasan sumbu filosofi sehingga terwujud kebijakan yang menyejahterakan rakyat.
Keempat, mereka juga ingin menyampaikan berbagai hal lain yang berhubungan dengan penataan PKL dan Malioboro yang merupakan bagian dari Kawasan Sumbu Filosofi.
Kemudian pada pada 6 September 2024, Pemda DIY melalui Paniradya Kaistimewan mengirimkan surat Tanggapn Permohonan Audiensi Paguyuban Tri Dharma.
Dalam surat bernomor 100.1.5.1/M/1650 tersebut, Paniradya Pati, Aris Eko Nugroho menyatakan bahwa terkait dengan keinginan para pedagang itu menjadi kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sebagai pengelola TM 2 sehinga pihaknya menyarankan agar Paguyuban Tri Dharma berkoordinasi dengan Pemkot.
Upik menilai, balasan surat dari Paniradya Kaistimewan yang mengarahkan mereka untuk berkordinasi dengan Pemerintah Kota merupakan bentuk ketidakpahaman Pemda DIY dalam memahami Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumbu Filosofi, khususnya di pasal 7.
Lalu, pada 8 September 2024, Paguyuban Tri Dharma kembali mengirim Surat Permohonan Audiensi ke Gubernur DIY, pada 11 September 2024. Namun, hingga tanggal tersebut tidak ada balasan dari Pemda DIY sehingga PKL kembali mendatangi kantor Gubernur dengan membawa poster, spanduk, replika keranda mayat dan boneka, serta membunyikan kentongan tanda bahaya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Paniradya Pati, Aris Eko Nugroho mengklaim bahwa secara pribadi, pihaknya telah bertemu dengan pedagang TM 2 sebanyak empat kali.
“Terlepas orang-orangnya, ada yang sama dan ada yang beda,” tuturnya kepada kabarkota.com.
Sedangkan terkait dengan rencana Paguyuban Tri Dharma yang akan melaporkan Pemda DIY ke Komnas HAM dan UNESCO, Aris menyatakan, pihaknya akan mengalir saja, mengikuti dinamika yang terjadi.
” Tapi yang pasti, pemerintah tidak mungkin akan menyengsarakan rakyatnya,” tegas Aris. (Rep-01)