Ratusan Mahasiswa se-DIY Rapatkan Barisan Tolak Revisi UU KPK

Kajian betajuk “Revisi UU KPK : Permufakatan Jahat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia?” di hall FH UII Yogyakarta, Selasa (10/9/2019). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ratusan mahasiswa dari berbagai Universitas di DIY, Selasa (10/9/2019) malam, berkumpul di Hall Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta. Mereka merapatkan barisan untuk melawan upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui rencana revisi Undang-Undang (UU) KPK.

Bacaan Lainnya

Dalam seruan aksi kali ini, para mahasiswa dari 30-an Organisasi mahasiswa di DIY ini juga menghadirkan salah seorang dosen FH UII Yogyakarta, Arief Setiawan sebagai pemateri Kajian betajuk “Revisi UU KPK : Permufakatan Jahat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia?”

Arief menjelaskan, lahirnya KPK itu dilatarbelakangi ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum yang telah ada, namun tidak efektif dalam memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

“Kebocoran keuangan Negara banyak, korupsi banyak, tapi kok koruptornya tidak ada,” kata Arief.

Namun semenjak lahir sebagai Lembaga Negara yang independen, lanjut Arif, maka KPK menjadi powerful dalam melakukan pembarantasan korupsi. Ditambah dengan kewenangan penyadapan untuk mendapatkan bukti-bukti permulaan dalam mengungka0 kejahatan-kejahatan tersembunyi.

“Dibandingkan lembaga hukum lain, ini (KPK) kewenangannya paling besar,” sebutnya.

Arief menduga, munculnya inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan revisi UU KPK yang sebenarnya tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) itu karena ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan kehadiran KPK

“Karena itu, KPK menghadapi berbagai ujian untuk mengurangi kewenangan KPK,” anggapnya.

Salah satunya, menurut Arief, dengan melakukan revisi UU KPK yang cenderung akan melemahkan kedudukan lembaga antirasuah tersebut. Sebab, jika langsung dibubarkan, maka akan menimbulkan gejolak yang luar biasa di masyarakat.

Bentuk pelemahan itu diantaranya akan menempatkan KPK sebagai lembaga pemerintahan di bawah presiden, dan pembentukan dewan pengawas KPK yang dipilih oleh DPR dan Presiden. Selain itu juga menghilangkan independensi KPK dalam merekrut penyelidik dan penyidik secara mandiri, serta memposisikan pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Rencana perubahan tersebut, ucap Arief, bukan menguatkan KPK, melainkan justru menghambat kinerja KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Mengingat, KPK akan kehilangan independensi saat kelembagaannya beralih status sebagai lembaga pemerintah. Kewenangan penyadapan yang harus seizon Dewan Pengawas juga akan mengurangi kewenangan KPK dalam mengungkap dugaan kasus-kasus korupsi.

Oleh karenanya, Arief menyerukan agar tak hanya mahasiswa fakultas hukum, namun juga seluruh mahasiswa di DIY bergerak bersama untuk menolak revisi UU No. 30 Tahun 2002 itu. Terlebih sebelumnya berbagai sivitas akademika dan berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta juga telah menyerukan penolakan serupa.

“RUU ini nanti nasibnya tergantung dari Presiden,” tegas Arief. Jika Presiden tak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) untuk menindaklanjuti usulan DPR itu, maka permasalahan selesai.

“Kalau sampai pemerintah dan DPR berpikiran sama, maka rencana mengurangi wewenang KPK di depan mata,” ujar Arief. (Rep-02)

Pos terkait