SLEMAN (kabarkota.com) – Pelaku tindak kekerasan yang terjadi di Perum Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN), Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, Abdul Kholiq didakwa melanggar empat pasal KUHP, yakni pasal 170, pasal 351 ayat 1, pasal 175, dan pasal 55 ayat 1 ke 1. Dakwaan itu dibacakan oleh hakim ketua sidang, Marliyus yang ditandatangani Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sugana, dalam acara Sidang Pembacaan Dakwaan di Pengadilan Negeri Sleman, Senin (18/8).
Dalam persidangan, Marliyus mengatakan Kholiq didakwa melanggar pasal 170 KUHP karena dianggap melakukannya bersama sekitar delapan orang, yakni Asep, Bakhtiar, dan Ratmin sebagai DPO (daftar pencarian orang-red) serta yang lain tidak dikenali oleh pelaku.
"Kejadian terjadi pada 29 Mei 2014 sekitar pukul 20.30 hingga 21.30,” kata Marliyus.
Selain Kholiq juga didakwa melanggar pasal 170 dan pasal 351 ayat 1 KUHP yang berbunyi, “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”; pasal 175 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,” serta pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang berbunyi “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.”
Menurut Marliyus, terdakwa melakukan tindak kekerasan terhadap saksi sekaligus korban, Nur Wakhid dan Julius Felicianus dengan melemparinya batu dan merusak lampu taman. Pemukulan itu kata dia, dilakukan dengan tangan mengepal sebanyak lebih dari 5 kali, menendang lebih dari 5 kali mengenai muka, kepala, badan, dan perut korban
"Akibat kekerasan tersebut, Julius mengalami luka memar dan lecet di kepala, serta patah tulang selangkang kiri, sedangkan Nur Wakhid mengalami memar di bagian kepala yang diduga akibat benturan benda tumpul," kata dia.
Pembela terdakwa, Mirzen menyatakan keberatannya atas dakwaan tersebut. Ia meminta agar saksi sekaligus korban, Nur Wakhid dan Julius Felicianus turut dilakukan pemeriksaan. Mirzen menilai akan janggal ketika saksi dan korban tidak mendapatkan pemeriksaan.
“Untuk rasa keadilan, mohon saksi dan korban juga diperiksa,” ungkapnya.
Namun, hakim ketua sidang meminta agar keberatan yang diungkapkan pembela disampaikan dalam agenda sidang pembacaan pledoi atau pembelaan yang akan dilaksanakan, Senin (25/8) mendatang. “Silakan keberatan disampaikan pada agenda siding berikutnya. Supaya sistematis,” kata dia. (kim/jid)