SMI: Kondisi Gerakan Mahasiswa Era Sekarang Ironis

PANGKOPKAMTIB JENDERAL SUMITRO DI TENGAH MASSADI JLN THAMRIN SAAT TERJADI PERISTIWA MALARI [ SYAHRIR WAHAB/ DOK TEMPO; 015/093/74; 990923 ]

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aktivis Sosial Movement Institute (SMI),  Eko Prasetyo menilai, kondisi pergerakan mahasiswa di era sekarang ironis. Hal itu dikarenakan, hampir semua kampus menerapkan sistem otoritarianisme terhadap mahasiswanya. 

Penilaian itu disampaikan Eko, dalam diskusi publik “Refleksi Atas Peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari)”, di Bjong Cafe, Nologaten, Yogyakarta, Senin (18/1/2016).

Bacaan Lainnya

Meski begitu, Eko tetap optomis, para mahasiswa itu masih mampu bangkit, setidaknya karena tiga alasan. Pertama, kampus tidak akan mampu mengontrol seluruh aktivitas mahasiswa di tengah populasi mahasiswa yang semakin membludak. 

Kedua, banyaknya ruang bagi mahasiswa untuk saling berhubungan dalam membangun gerakan. Terlebih, saat ini tidak ada larangan bagi para  mahasiswa untuk berdiskusi di mana saja, seperti di kantin atau pun cafe.

“Terakhir, mahasiswa  semakin sadar akan perannya. Karena saat ini semakin banyak antek-antek kampus yang turut andil dalam kesengsaraan rakyat. Banyak dosen yang mendukung proyek kapital. Misalnya, kasus dosen UGM dan semen rembang,” kata Eko.

Ditambahkan Eko, kebanyakan kampus saat ini juga memiliki tipikal yang berbeda. Di antaranya, kampus dengan tipikal radikal progresif yang cenderung memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk melakukan gerakan dan kontrol. 

Selain itu juga ada kampus moderat liberal yang memberikan kebebasan tetapi juga menerapkan batasan. Tipikal kampus konservatif reaksioner, yang mematikan semua gerakan mahasiswA.

“Biasanya kampus seperti itu, dekat dengan mall. Mahasiswanya rapi-rapi, rajin-rajin. Bentukannya sama semua,” ujar Eko merujuk pada tipikal kampus yang ketiga.

Sementara terkait dengan refleksi peristiwa Malari, menurutnya, ini menjadi momentum yang tepat untuk menghidupkan kembali gerakan mahasiswa, sebagaimana yang terjadi saat Malari, ketika itu para  mahasiswa mulai menyadari posisinya di kancah perpolitikan nasional. Meski pun akhirnya, tidak kurang dari 750 mahasiswa ditangkap karena gerakan tersebut.

Adel, aktivis Cakrawala Mahasiwa juga berpendapat, yang menjadi musuh bersama mahasiswa saat ini adalah sistem penindasan oleh kampus yang bersifat soft. 

“Saat ini, yang minim adalah kesadaran mahasiswa akan kondisi bangsa. Kebanyakan mahasiswa melihat kondisi saat ini  baik-baik saja, padahal tidak demikian,” ungkapnya. (Rep-04/Ed-03)

Pos terkait