Foto almarhum Guru Besar FH UGM, Prof. Sigit Riyanto. (dok. istimewa)
SLEMAN (kabarkota.com) – Kabar duka datang dari Civitas Akademika Universitas Gadjah Mada (UGM). Salah satu guru besar Fakultas Hukum, Sigit Riyanto tutup usia, pada Rabu (21/8/2024).
Berdasarkan informasi dari WA Grup Kabar UGM, Prof. Sigit Riyanto wafat sekitar pukul 04.45 WIB, setelah mengalami serangan jantung.
Selain pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum, semasa hidupnya, Sigit pernah menjadi Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) , Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum, dan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum UGM.
Selain itu, suami dari Sri Hadi Asmaraningsih ini juga pernah mendapatkan sejumlah penghargaan/tanda jasa. Salah satunya, Penghargaan Kesetiaan 35 Tahun UGM pada tahun 2013 lalu.
Rasa kehilangan tidak hanya dirasakan oleh Civitas Akademika UGM, tetapi juga di kalangan pegiat antikorupsi di Yogyakarta.
Pegiat antikoruosi dari Indonesia Court Monitoring (ICM) Yogyakarta, Tri Wahyu KH menilai, Prof. Sigit Riyanto termasuk akademisi UGM yang terdepan dalam menginisiasi suara kampus untuk menolak keras pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi UU KPK, selain Pusat Kajian AntiKorupsi (PUKAT) UGM.
“Beliau pernah mengkritik keras Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK yang dipandang semacam litsus Orba untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang independen dan berintegritas,” kata Wahyu kepada kabarkota.com, pada Selasa (21/8/2024).
Prof Sigit, ungkap Wahyu, juga pernah pasang badan dan membela kelompok studi mahasiswa di kampus, yakni Constitutional Law Society (CLS), dengan mengecam aksi teror yang menyasar para panitia dan narasumber diskusi CLS terkait “Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’, pada 29 Mei 2020 silam.
Menurutnya, penolakan atas pelemahan KPK melalui revisi Undang-Undang KPK dan TWK, serta menolak teror atas diskusi dan kritik terbuka terhadap akademisi penjilat kekuasaan yang korup dan nepotis, menjadi relevan dan kontekstual atas kondisi penegakan hukum, maupun pemberantasan korupsi, serta situasi pelemahan demokrasi oleh penguasa yang sewenang-wenang.
“Prof Sigit adalah guru bangsa dan oase dari kampus yang terus menjaga demokrasi dengan menolak pelemahan demokrasi, bagian menjaga peradaban bangsa,” tegas Wahyu.
Sementara aktivis Perempuan antikorupsi Yogyakarta, Wasingatu Zakiyah mengaku mempunyai kenangan tersendiri dengan sosok almarhum. Ketika itu, Prof. Sigit maju menjadi salah satu kandidat Rektor UGM di tahun 2022.
Zaky menaruh harapan besar, pemimpin UGM datang dari alumni Kagama dan Kahgama yang notabene solid dan mau kembali ke kampus.
“Pada saat negara sedang kuatnya mengkooptasi Perguruan Tinggi, saya kira sosok beliau benar-benar dibutuhkan pada waktu itu,” ucap Zaky.
Terlebih, juga saat hukum sangat genting dan semua bisa dibolak-balik dengan sangat mudah.
Sedangkan dari sisi personal, almarhum semasa hidupnya juga orang yang dermawan.
“Beliau sering datang malam-malam untuk menitipkan makanan buat para santri dan mengatakan, Insya Allah ini halal,” kenangnya. (Rep-01)