AMDAL Pembangunan Bandara Kulon Progo Dipertanyakan, Begini Jawaban Menhub

Menhub RI, Budi Karya Sumadi (sutriyati/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Menteri Perhubungan (Menhub) RI, Budi Karya Sumadi tak menjelaskan secara detail ketika salah satu peserta Seminar tentang Bandara Kulon Progo dan Akselerasi Pembangunan Ekonomi di Yogyakarta, Jumat (25/8/2017), mempertanyakan terkait belum terbitnya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Bacaan Lainnya

“Berkaitan dengan AMDAL memang sudah dilakukan, tapi untuk lebih detailnya lagi, nanti bisa dijawab oleh pak Danang Baskoro (Direktur Utama PT Angkasa Pura I),” dalih Menhub.

Hanya saja menurut Menhub, pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya termasuk simulasi-simulasi dan pengkajian masalah yang detail terkait dengan dampak lingkungan atas pembangunan bandara baru tersebut. “Pasti kami melihat situasinya,” tegas mantan Dirut PT Angkasa Pura II ini.

Sementara Direktur Utama PT Angkasa Pura I (AP1), Danang Baskoro tak menampik lamanya proses penerbitan Amdal pembangunan Bandara NYIA yang telah di-ground breaking oleh Presiden RI, Joko Widodo, beberapa bulan lalu.

“Mudah-mudahan awal September ini, AMDAL kita selesai,” harap Budi.

Mengingat, pada April 2019 mendatang, bandara baru yang diperkirakan menelan biaya hingga belasan triliun rupiah itu ditargetkan bisa beroperasi, untuk menggantikan bandara internasional Adi Sucipto Yogyakarta yang telah melebihi kapasitas.

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang selama ini aktif mendampingi warga Kulon Progo yang menolak pembangunan bandara baru, melalui siaran pers yang diterima kabarkota.com, pada 22 Agustus 2017, juga meminta, agar pembersihan lahan (land clearing) dengan alat berat di sekitar lokasi pembangunan bandara dihentikan, sebelum masalah AMDAL diselesaikan.

Pengacara LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli menganggap, sebelum AMDAL final, maka aktivitas mobilisasi alat berat hingga land clearing tidak dapat dibenarkan. Bahkan, ketika nantinya dokumen AMDAL dan ijin lingkungannya sudah terbit, tetap tidak sah di mata hukum, sebab secara substansial seharusnya sudah dapat dipastikan bahwa izin tersebut tidak layak.

“Dari aspek pelingkupan saja, muatan tentang kesesuaian lokasi rencana usaha ataupun kegiatan pembangunan NYIA dengan peraturan perundang-undangan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah jelas tidak terpenuhi. Belum lagi bicara deskripsi rona lingkungan hidup awal yang pada dasarnya merupakan kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan lindung geologi,” tulis Yogi.

Tak hanya itu, Yogi juga menilai, secara prosedural, proses penyusunan dokumen AMDAL itu tidak dilakukan pada tahapan yang semestinya. Dengan kata lain, kata Yogi, ada tahapan yang dilompati oleh AP1.

Lebih lanjut pihaknya menambahkan, izin lingkungan adalah ‘jantungnya’ sistem perizinan yang menjadi syarat untuk memperoleh izin usaha atau izin kegiatan, serts izin lain, seperti izin operasi, izin kontruksi dan kerangka penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta Izin penetapan lokasi (IPL).

Disebutkan Yogi bahwa berdasarkan pasal 109 Undang-Undang No 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dipidana dengan penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp1 Milyar dan paling banyak Rp 3 Milyar. (Ed-03)

SUTRIYATI

Pos terkait