Ilustrasi: Aksi 121 BEM SI Wilayah DIY – Jateng di Tugu Yogyakarta, Rabu (12/1/2017). (Sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, serta biaya administrasi pengurusan pajak kendaraan, juga melonjaknya harga cabe di awal tahun 2017 dinilai memberatkan masyarakat.
Sebagai bentuk keprihatinan sekaligus protes atas kebijakan yang beruntun itu, para mahasiswa di Yogyakarta, yang terbagi atas dua kelompok berbeda, Kamis (12/1/2017) menggelar aksi bela rakyat di dua titik sekitar jantung kota.
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Wilayah DIY-Jateng mengawali aksinya dari kawasan tugu pal putih Yogyakarta, sebelum bergerak menuju gedung DPRD DIY.
Sedangkan kelompok mahasiswa yang mengatasnamakan dari Gema Pembebasan memulai aksi dari Taman Parkir Abu Bakar Ali dan menyuarakan aspirasi di sekitar gedung DPRD DIY, lalu bergerak menuju titik nol km Yogyakarta.
Meski berbeda kelompok, namun pada dasarnya tuntutan mereka serupa, yakni sama-sama menolak kenaikan TDL dan BBM non Subsidi, serta nendesak pencabutan Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP.
Saat dikonfirmasi kabarkota.com terkait aksi yang terkesan enggan bersatu antar organisasi mahasiswa dalam memperjuangkan aspirasi yang sama, masing-masing memiliki dalih berbeda.
Menteri Sosial dan Politik BEM SI Wilayah DIY – Jateng, Eko Susanto mengakui saat ini pergerakan mahasiswa memang sulit bersatu. Hal itu menurutnya tak lepas dari perubahan jaman, yang tak dipungkiri telah mengubah gaya hidup dan mindset mahasiswa.
“Kalau dulu, mahasiswa lulus lama itu kebanggaan, kalau sekarang orientasinya akademik,” ujar mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini.
Kehadiran gadget, anggap Eko, juga cenderung menjauhkan pemuda dari sejarahnya, dan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk berfoya-foya.
Sementara Ketua Umum Gema Pembebasan, Muhammad Aziz berpendapat bahwa sulitnya gerakan mahasiswa sekarang bersatu seperti era reformasi 1998, karena minimnya komunikasi antar organisasi. Terlebih, menurutnya, reformasi juga terbukti gagal.
Meski begitu Aziz menyatakan, tidak menutup kemungkinan mahasiswa dapat bersatu kembali, jika pemerintah tak mengindahkan aspirasi mereka.
“Menurut saya, reformasi jilid II saja tidak akan cukup, tapi kita perlu melakukan revolusi,” tegas mahasiswa STEI Hamfara ini.
Sebelumnya, pada 10 Januari 2017 lalu, para mahasiswa dari Forum BEM DIY juga telah menggelar aksi bela rakyat di gedung DPRD DIY dan menyampaikan lima poin tuntutan yang tigam diantaranya juga sama dengan tuntutan BEM SI dan Gema Pembebasan. (Rep-03/Ed-03)