JAKARTA (kabarkota.com) – Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merekomendasikan strategi penanganan kasus pelanggaran HAM di pemerintahan Jokowi-Jk. Koordinator Kontras, Hariz Azhar menyebutkan, Jokowi-JK jangan menempatkan siapapun, individu-individu yang terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM dan kasusnya belum diselesaikan. Mereka tidak boleh dilibatkan dalam tim persiapan yang bisa mempengaruhi komposisi prioritas agenda kerja, dan dalam struktur pemerintahannya.
"Jokowi-JK juga sebaiknya membentuk Komite Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, yang bertujuan mendorong proses hukum yang bermartabat atas berbagai kasus yang tidak ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Agung," kata Haris di Jakarta.
Selain itu menurut Haris, pemerintahan Jokowi-JK juga mesti membentuk Komite Nasional Penyelesaian Sengketa Agraria. Tujuannya untuk menyelesaikan berbagai sengketa agraria, membebaskan aktivis-aktivis lingkungan dan agraria yang dikriminalisasikan karena kerja advokasi, serta menyusun rekomendasi distribusi lahan untuk kesejahteraan dan keadilan yang memiliki dimensi jangka panjang dan kelestarian lingkungan.
“Termasuk mengevaluasi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia,” tambahnya.
Agar para menteri berpihak pada urusan kemanusiaan, keadilan, serta perdamaian, kata Haris, Kontras juga merekomendasikan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Menteri Pertahanan, dan Kepala Badan Pertanahan Negara untuk menjalani uji kelayakan dibidang HAM. “Khusus untuk Kementerian Hukum dan HAM, kami meminta agar ditunjuk individu yang paham konsep dan permasalahan HAM,” jelas dia.
Terkait kasus-kasus yang terjadi di masa lalu, Haris merekomendasikan pemerintah harus membuka Laporan Akhir Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir ke publik sebagaimana diamanatkan oleh Keppres TPF Munir. Kontras juga meminta segera dibentuk tim koordinasi keamanan dan penegakan hukum di Papua agar kesatuan keamanan tidak berjalan sendiri-sendiri serta segera mendorong pembentukan Pengadilan HAM di Aceh dan Papua.
“Termasuk yang kami rekomendasikan adalah penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, Pemenuhan dan perlindungan hak (akses) atas tanah bagi masyarakat, dan penegakan hukum yang profesional,” tegas Hariz (kim/jid)