SLEMAN (kabarkota.com) – Saat ini, anak-anak remaja membutuhkan dukungan lebih dan berbeda supaya mereka bisa berfungsi lebih baik, produktif, dan mampu mencapai cita-citanya di tengah situasi yang tidak mudah.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Project Leader dari School Based Mental Health (SBMH), Rennta Chrisdiana saat menggelar 2nd Stakeholder Meeting of Mental Health Program, dengan Tema Connect to Care: Sinergi Peningkatan Kesehatan Mental di Sekolah dan Masyarakat, di Kolektif Coworking Space & Collaboration, baru-baru ini.
Rennta berpendapat bahwa banyak hal terjadi, terutama setelah pandemi Covid-19, dan isolasi. Kemampuan remaja untuk bersosialisasi menurun dan lebih banyak bergantung pada diri sendiri hingga akhirnya mereka justru mengisolasi diri. Akibatnya, mereka mencari solusi-solusi kehidupan sendirian, karena merasa berjarak dengan sosialnya.
“Itulah yang menjadi alasan kami mengkampanyekan Connect to Care. Itu reconnecting atau sambung ulang, karena kita membutuhkan orang lain, kita tidak mungkin hidup sendirian,” kata Rennta kepada wartawan. Sebab, hubungan anak dengan orang lain itu juga berkaitan dengan kesehatan mental.
Untuk itu,Yayasan Rumpun Nurani dan Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia (LAKI) menginisiasi program School Based Mental Health (SBMH). Rennta menjelaskan, program yang merepresentasikan urgensi peningkatan kesehatan mental bagi remaja ini telah memasuki tahun ke tiga, dengan proyek percontohan di di SMA Negeri 1 Sleman dan SMA BIAS.
Hastinia Apriasari selaku Lead Researcher SBMH menerangkan, proses yang dilakukan tim SBMH adalah melakukan screening awal, intervensi, serta monitoring dan evaluasi. Pihak yang diintervensi, antara lain: 825 siswa dan orang tuanya, serta 60 guru dari kedua sekolah tersebut.
“Pada screening tingkat awal ditemukan bahwa siswa terindikasi mengalami kecemasan dan depresi tingkat sedang hingga tinggi,” sebutnya. Permasalahan terbesar yang mereka hadapi, meliputi masalah keluarga, personal, dan akademik.
“Guru dan orang tua merasa sudah mmeberikan dukungan cukup untuk anak. Namun, siswa merasa bahwa mereka belum mendapakan dukungan yang dibutuhkan,” sesal Hastin.
Setelah screening awal, pihaknya melakukan intervensi dengan pendekatan multi-tiered. Yakni: universal intervention, targeted intervention, dan risk intervention.
Universal intervention dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap kesehatan mental. “intervensi ini diberikan untuk seluruh siswa, yang meliputi psikoedukasi, melalui guru BK dan dialog bermakna dengan film,” lanjutnya. Targeted intervention menyasar beberapa siswa, dengan memberikan pelatihan menjadi konselor sebaya. Ini penting untuk memberikan dukungan awal psikologis bagi siswa lain yang membutuhkan.
“Risk intervention merupakan intervensi khusus bagi siswa yang rentan untuk dirujuk ke profesional,” paparnya. Jadi. intervensi-intervensi tersebut merupakan upaya untuk memabngun sistem rujukan kesehatan mental (referral pathways) yang mudah diakses oleh sekolah.
Sementara itu, Ketua Yayasan Rumpun Nurani Yogyakarta, Siti Alfiah Kusumawardani menambahkan, selama ini, guru di sekolah juga mempunyai tekanan berat dan dia harus melayani para siswanya. Sementara dirinya sendiri mungkin malah tidak ada yang menolong.
Untuk itu, kata Siti, satu program SBMH adalah Sahabat Guru, supaya mereka bisa saling support. Berdasarkan terstimoni dari guru di SMAN 1 Sleman, kini mereka bisa merasakan lingkungan kerja yang lebih nyaman, setelah adanya program tersebut.
Program Manager SBMH, Afifatul Millah menyampaian, untuk keperluan sosialisasi, pelaporan, dan diseminasi program, maka pihaknya menggelar pertemuan antarpihak yang kedua ini untuk mempertemukan para pegiat kesehatan mental lintas sektor. Diantaranya, perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti YAKKUM, Central Public of Mental Health, dan Sehat Jiwa. Turut hadir pula perwakilan dari akademisi, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, DP3AP2 dan Bappeda, serta para guru dan siswa dari beberapa SMP/SMA/SMK di DIY.
“Haparannya, pertemuan ini menjadi ujung tombak untuk penegakan kesehatan mental di sekolah,” ucapnya. (Rep-01)







