Ketua BPIP Didesak Minta Maaf ke Umat Islam

Aksi FJI mendesak agar Ketua BPIP Dicopot dari jabatannya. Aksi digelar di dekat kediaman Yudian Wahyudi di Sleman, pada Minggu (18/8/2024). (dok. istimewa)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI Ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN) memang telah berlalu. Namun, publik tentu belum lupa dengan polemik lepas hijab 18 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra) Nasional saat pengukuhan mereka oleh Presiden, Joko Widodo (Jokowi), pada 13 Agustus lalu.

Peristiwa tersebut disesalkan banyak pihak, termasuk Organisasi Masyarakat (Ormas) berbasis agama, Front Jihad Islam (FPI) di Yogyakarta.

Panglima Dewan Pimpinan Pusat (DPP)FJI, Abdurrahman Abdul Dzaki mengaku prihatin karena Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai pihak yang bertanggung-jawab terhadap Paskibraka Nasional justru melakukan tindakan yang bertentangan dengan sila 1 Pancasila.

Mengingat, kata Abdurrahman, penggunaan hijabnya merupakan salah satu bentuk pengalaman sila 1 Pancasila. Sekaligus, kewajiban bagi muslimah. Namun, mereka diduga diminta melepas hijab tersebut saat pengukuhan.

Oleh karenanya, pada Minggu (18/8/2024), FJI mendatangi kediaman Ketua BPIP, Yudian Wahyudi di Yogyakarta untuk menyampaikan tuntutan mereka.

“Tuntutan kami, Ketua BPIP meminta maaf kepada umat Islam dan membuat pernyataan penyampaian bahwa apa yangg dilakukannya keliru,” tegas Abdurrahman, di Mako DPP FJI Yogyakarta.

Selain itu, pihaknya juga mendesak agar Yudian yang juga Guru Besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta itu dicopot dari jabatan Ketua BPIP.

Di lain pihak, Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra berpendapat bahwa dalam perspektif sosialogi agama, persoalan lepas-pasang jilbab dalam perspektif dapat diletakkan sebagai sebuah perjalanan religius pelakunya. Namun ketika persoalan lepas jilbab masuk dalam arena sosial, maka intervensi sosial berupa opini publik bisa saja terjadi.

Menurutnya, kasus lepas hijab anggota Paskibraka Nasional tahun 2024 yang kabarnya karena mengikuti aturan, menjadi contoh bahwa urusan keyakinan personal juga dapat diintervensi oleh peraturan

Sementara itu, Ketua Forum Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota se-DIY, Khamim Zarkasih Putro berpandangan bahwa di negara yang dikenal dengan Religius Nation State seperti Indonesia, sangat tidak tepat menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Bahkan, seharusnya Negara memberikan jaminan asasi kepada seluruh warganya untuk dapat melaksanakan perintah agama tanpa adanya paksaan ataupun bentuk-bentuk intimidasi yang lain.

“Kebhinekaan atau keragaman jangan dimaknai dengan keseragaman,” ucap pakar pendidikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Disinggung tentang BPIP, Khamim menambahkan, lembaga semacam BPIP yang mengawal ideologi negara agar bisa diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memang dibutuhkan keberadaannya.

Hanya saja, tegas Khamim, jika program-programnya justru kontraproduktif dengan tugas yang seharusnya diemban, maka wajar ada pihak yang menganggap lembaga tersebut tidak diperlukan lagi. (Rep-01)

Pos terkait