Diskusi Agraria di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) (29/9/2016) (Anisatul Umah/kabarkota.com)
BANTUL (Kabarkota.com) – Puluhan warga terdampak penggusuran dari Parangkusumo, Kulon Progo, dan Gunungkidul sepakat untuk tetap menolak penggusuran yang terjadi di DIY. Hal tersebut dinyatakan dalam diskusi yang diselenggarakan, Kamis (29/09/2016)
Aktifis Komite Perjuangan Agraria (KOPRA), Arsad Arifin mewakili elemen yang hadir mengatakan,
Hal yang dapat menuntaskan persoalan penggusuran itu adalah dengan dilakukannya reforma agraria di DIY.
“Selain itu kami menuntut dicabutnya semua produk Undang-Undang (UU) dan peraturan yang bertentangan dengan UU Pokok Agraria, menolak Sultan Ground (SG), dan Pakualaman Ground (PAG),” tegasnya.
Arsad mengungkapkan, untuk tercapainya tujuan tersebut, perjuangan normatif harus didorong ke dalam persatuan politik antar berbagai elemen.
Anggota Sekolah Bersama (Sekber), Hendra menyebutkan, selama ini mahasiswa masih terjebak dalam masalah isu. Permasalahan di Parangkusumo dan Kulon Progo, tambahnya, merupakan masalah yang sama hanya proses negosiasi yang membedakan. Selain itu, terkadang karena terfokus pada pembangunan bandara saja, menjadikan lupa bahwa ada juga pembangunan tambang pasir besi di Kulonprogo.
“Terkadang kita tidak mampu melihat secara totalitas persoalan,” jelasnya.
Koordinator ARMP, Watin menyayangkan proses Penggusuran di Parangkusumo dengan dalih penelitian, menurutnya, masyarakat selama ini sudah mampu membedakan di mana lokasi yang digunakan untuk penelitian dan di mana yang tidak. Penanaman pohon di lokasi gumuk, menurutnya justru memunculkan dampak positif karena menghalangi pasir terbang, sehingga tidak menutup lahan tanam masyarakat.
“Kini semua dianggap penghalang yang membuat buruk gumuk pasir,” tandasnya. (Rep 04/Ed 01)