Aksi May Day di TKP ABA Yogyakarta, pada Kamis (1/5/2025). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Hari Kamis, 1 Mei 2025, Tempat Khusus Parkir Abu Bakar Ali (TKP ABA) Yogyakarta menjadi titik kumpul sekitar seribu buruh dan pekerja dari berbagai elemen yang menggelar aksi unjuk rasa untuk memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day).
Bukan tanpa makna, bangunan tempat parkir tiga lantai yang sejak 10 tahun terakhir berdiri kokoh di ujung utara Kawasan Malioboro Yogyakarta itu rencananya akan dibongkar oleh Pemerintah Daerah (Pemda DIY). Pembongkaran itu, sebagai bagian dari revitalisasi Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah diakui oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Saat ini, warga ABA masih berjuang untuk mempertahankan ruang hidupnya agar tak digusur oleh pemerintah, atas nama apa pun.
Sejalan dengan aksi May Day di Yogyakarta kali ini yang tak hanya menyuarakan tuntutan kepentingan buruh dan pekerja, tetapi juga memberikan ruang bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung penggusuran di Yogyakarta, dalam bentuk Deklarasi Rakyat Joga anti Penggusuran, sebelum bergerak menuju Gedung DPRD DIY dan Gedung Agung Yogyakarta.
“Kita akan memulai prosesi deklarasi dukungan rakyat Yogyakarta, buruh, pekerja, pedagang, pelajar, mahasiswa, juru parkir, tukang becak, maupun seluruh elemen rakyat sipil lainnya. Kita di sini akan bersama-sama menolak dibongkarnya TKP ABA dan juga dalam bentuk praktik penggusuran yang ada di bumi Yogyakarta,” pekik Dinta Julian, salah satu massa aksi dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY.
Dalam deklarasinya, Pengelola TKP ABA, Dony Rulianto menyampaikan tentang sejarah berdirinya TKP ABA Yogyakarta dari waktu ke waktu.
“Di tahun 2015, ada pembangunan Polsek Polisi, untuk juru parkir TJU di Malioboro mereka mau ditata oleh pemerintah bersama kami di sini. Kami melepaskan semuanya, kami fokus bekerja di sini menjadi satu keluarga, Warga Abu Bakar Ali,” ungkap Dony.
Pihaknya juga meminta dukungan dari seluruh elemen masyarakat untuk mendukung perjuangan mereka mempertahankan ruang hidup di TKP ABA Yogyakarta.
Tak hanya Warga ABA, ancaman penggusuran juga dihadapi warga Bausasran Kota Yogyakarta yang selama ini menempati rumah dinas eks pegawai PT Kereta Api Indonesia (KAI), di depan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
“Kami mendapatkan sosialisasi di akhir bulan Maret, tetapi harus sudah mengosongkan rumah di akhir bulan Mei ini,” papar Ketua RW 01, Kelurahan Bausasran, Antonius Yosef Handriutomo, saat deklarasi.
Padahal menurutnya, selama ini warga yang menempati rumah tersebut sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT). Meskipun itu bukan sertifikat tanah, tetapi merupakan surat bukti kepemilikan fisik atas tanah Sultan Ground (SG).
Sementara salah satu warga Jeron Beteng Keraton Yogyakarta, Prabu Yudianto, yang juga terancam tergusur mempertanyakan nilai budaya yang dilestarikan di Yogyakarta di tengah penggusuran-penggusuran atas nama menjaga kebudayaan.
“Lalu budaya apa yang dipelihara di provinsi ini? Apakah hanya tembok dingin demi pengakuan dari UNESCO?…” tanya Prabu.
Lebih lanjut, Prabu menyerukan perlawanan atas penggusuran tersebut. “Kita tuntut hak. Kita tuntut UMR kita lebih baik, dan kita tuntut kesempatan untuk tinggal di kota kita sendiri!” tegasnya.
Di lain pihak, Ketua Dewan Pengurus Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY, Kirnadi berpandangan bahwa solidaritas untuk warga masyarakat terdampak penggusuran, termasuk warga ABA merupakan hal yang penting karena buruh lahir dari sebuah solidaritas.
“Artinya, siapa pun kelas pekerja yang ada di Indonesia dan dia diancam atau pun dianiaya oleh Negara, maka kelas buruh harus bersolidaritas kepada siapa pun,” jelas Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit (FSP TSK) DIY ini.
Senada dengan itu, Irsad Ade Irawan selaku Juru Bicara (Jubir) MPBI DIY juga berpendapat bahwa setiap warga berhak mendapatkan ruang hidup dan ruang untuk mengembangkan usahanya.
“Negara wajib melindungi rakyat, bukan menjadi alat kekuasaan untuk menggusur mereka,” kata Irsad.
Untuk itu, pihaknya menolak segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap warga yang mengorbankan tanah dan ruang hidup dan mata penyaharian mereka.
13 Tuntutan Pekerja dan Buruh DIY
Dalam aksi kali ini, MPBI DIY juga menyampaikan 13 poin tuntutan untuk melawan ketimpangan, dan menegakkan keadilan sosial. Antara lain:
1. Revisi UU Ketenagakerjaan Sesuai Amanat Mahkamah Konstitusi (MK)
2. Cabut UU Cipta Kerja Sekarang Juga!
3. Naikkan Upah Buruh 50 persen untuk Menjawab Krisis Kehidupan!
4. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) Sekarang Juga!
5. Tegakkan Keadilan dan Kesetaraan Gender di Dunia Kerja!
6. Sahkan RUU Perampasan Aset untuk Melawan Kejahatan Koruptor!
7. Lawan Ilusi Kemitraan dan Lindungi Pekerja Ojol, Transportasi Online, dan
8. Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah, dan Berpihak pada Rakyat!
9. Sejahterakan Guru, Dosen, dan Tenaga Pendidik!
10.Perkuat Perlindungan bagi Buruh Migran dan Pekerja Kreatif!
11.Tegakkan Demokrasi, Cabut Undang-Undang Represif!
12.Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan Tolak Segala Bentuk Penggusuran!
13.Bangun perumahan layak, aman, dan terjangkau bagi pekerja/buruh dan rakyat miskin.
Peringatan May Day di Yogyakarta kali ini terbilang unik, karena mereka juga melibatkan bregada yang berpakaian ala prajurit Keraton Yogyakarta, serta para pengemudi becak motor (bentor) sebagai pengiring aksi mereka di sepanjang Kawasan Malioboro Yogyakarta.(Rep-01).