Ilustrasi: sebagian kendaraan pribadi yang digunakan oleh anggota PPOJ untuk beroperasi di bawah naungan sejumlah perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis online di Yogyakarta. (sutriyati/kabakota.com)
BANTUL (kabarkota.com) – Paguyuban Pengemudi Online Jogja (PPOJ) mengaku keberatan dengan sejumlah poin peraturan baru dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 26/2017 yang mulai diberlakukan 1 April 2017 lalu.
Humas PPOJ, Daniel Victor mengungkapkan, keberatan itu menyangkut keharusan kepemilikan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama badan hukum, sementara kendaraan yang digunakan oleh para pengemudi online khususnya roda empat selama ini adalah atas nama pribadi.
“Menurut kami, harus ada mekanisme yang jelas untuk melakukan itu, karena setahu saya, kendaraan yang masih kredit tiba-tiba harus diubah kepemilikannta ke PT misalnya, itu pihak leasing belum tentu mau,” kata Daniel kepada kabarkota.com jelang deklarasi PPOJ, di JEC Yogyakarta, Selasa (4/4/2017).
Sementara masalah penetapan tarif batas atas dan batas bawah, menurutnya tidak terlalu menjadi permasalahan bagi pengemudi, selama itu ditetapkan berdasarkan permintaan konsumen. Mengingat, para pengemudi masih bisa mendapatkan bonus dari perusahaan, selama bisa memenuhi target tarikan per hari.
Salah satu anggota PPOJ, Agus Prasetyo juga menambahkan bahwa keberatan lainnya ada pada poin untuk penyediaan bengkel dan pool atau garasi kendaraan sendiri. Sebab, para pengemudi angkutan khusus berbasis aplikasi semuanya menggunakan kendaraan pribadi.
Meski begitu, Agus menyatakan siap jika harus melakukan KIR dan perizinan kendaraan untuk angkutan khusus berbasis online legal, asalkan peraturannya jelas.
Saat ini di Yogyakarta, Agus memperkirakan ada sekitar 900 pengemudi angkutan khusus berbasis online. Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah taxi konvensional yang angkanya sekitar seribu unit.
Dalam deklarasi kali ini, Anshori terpilih sebagai ketua PPOJ periode 2017-2018, dengan perolehan suara 186 dari total 341 suara yang masuk, atau mengungguli tiga kandidat lainnya.
Sebelumnya, pada 31 Maret 2017 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merilis revisi Permebhub) No
32 Tahun 2016 menjadi Permenhub No 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang menjadi payung hukum untuk angkutan sewa online yang diberlakukan per 1 April 2017.
Dalan revisi tersebut, ditetapkan 11 peraturan baru yang terkait dengan Angkutan sewa khusus atau yang sebelumnya disebut sebagai taksi online menjadi angkutan umum resmi yang beroperasi di wilayah Indonesia.
Adapun empat dari 11 poin revisi yang telah ditetapkan itu, antara lain terkait dengan penetapan angkutan online sebagai angkutan sewa khusus, persyaratan kapasitas silinder mesin kendaraan minimal 1.000 CC, persyaratan keharusan memiliki tempat penyimpanan kendaraan, dan kepemilikan atau kerjasama dengan bengkel yang merawat kendaraan.
Sementara untuk pengujian berkala (KIR) kendaraan, stiker dan penyediaan akses Digital Dashboard; masa transisinya selama dua bulan atau maksimal 1 Juni 2017 mendatang.
Hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa penyediaan akses Digital Dashboard memerlukan proses sinkronisasi TI (Teknologi Informasi) antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Perhubungan. Sekaligus, untuk mempersiapkan stiker yang berkualitas dengan menggunakan teknologi RFID (Radio-Frequency Identification) sehingga secara validasi data dapat dipertanggung-jawabkan.
Untuk substansi materi KIR, masa transisi diberikan untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan dalam melaksanakan uji KIR dan bekerjasama dengan pihak swasta/Agen Pemegang Merk (APM) yang menyelenggarakan uji KIR.
Sedangkan untuk pemberlakuan poin penetapan tarif batas atas dan batas bawah, kuota, pengenaan pajak, dan penggunaan nama pada STNK, masa transisinya diberikan selama tiga bulan.
Khusus untuk poin penetapan tarif batas atas dan tarif batas bawah dan poin kuota yang semula diwacanakan ditetapkan oleh pemerintah daerah propinsi, dalam PM 26/2017 ini ditetapkan oleh pemerintah pusat berdasarkan usulan daerah berdasarkan atas hasil kajian/analisa.
Hal ini untuk memberi kesetaraan dalam besaran tarif yang berlaku pada daerah-daerah yang kondisi perekonomiannya hampir sama. Untuk itu, pemerintah pusat juga diminta memberikan tata acara, unsur komponen dan rumusan yang baku dalam perhitungan tarif angkutan sewa khusus tersebut.
Yang lain, yakni materi terkait pajak dan STNK akan menjadi kewenangan Kementerian Keuangan dan Kepolisian. Oleh karenanya secara teknis juga memerlukan waktu untuk penyesuaian. (Rep-03/Ed-03)