Pemerhati Pendidikan di Yogya Tolak Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Siswa dan Remaja

Ilustrasi (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memuat tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja ditolak oleh pakar dan pemerhati pendidikan di Yogyakarta.

Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Dewan Pendidikan Kabupaten- Kota Se-DIY, Khamim Zarkasih Putro menilai, peraturan tersebut tidak tepat diterapkan di Negara Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Negara Pancasila mempersyaratkan para penentu kebijakan membuat regulasi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama,” tegas Khamim kepada kabarkota.com, pada Kamis (8/8/2024).

Menurutnya, era digital memang cenderung memaksa remaja lebih dini dalam mengenal berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan seksualitas. Artinya rentang masa remaja menjadi lebih panjang dibandingkan remaja sebelumnya. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan alasan bagi mereka untuk mengenal alat kontrasepsi secara lebih dini.

“Peraturan tersebut harus dihapuskan, karena ada kekhawatiran lama kelamaan remaja memandang seks bebas sebagai sesuatu yang biasa. Ini justru membahayakan bagi perkembangan remaja,” sambung Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta ini.

Khamim berpendapat bahwa selama ini, ada dua istilah berbeda yang sering dianggap sama terkait dengan sex education dan sexual education.

Pihaknya menjelaskan, sex education berkaitan dengan penyadaran kepada remaja tentang kondisi dan jenis kelaminnya serta konsekuensi sebagai remaja putra dan putri. Sedangkan sexual education adalah hal-hal yang berhubungan langsung dengan hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami-istri.

Oleh karenanya, untuk menyampaikan sexual education ini, maka perlu kolaborasi antara sekolah dan orang tua agar para remaja bisa memahami tentang hal yang diperbolehkan atau pun dilarang untuk dilakukan.

“Beberapa mata pelajaran di sekolah bisa disampiri dengan tugas itu,” ucapnya.

Sementara untuk mencegah sexual harrasement (pelecehan seksual) yang sering terjadi, maka para remaja putri perlu berlatih bela diri.

Lebih lanjut Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menekankan bahwa para penentu kebijakan semestinya memberikan berbagai fasilitas yang cukup kepada para remaja untuk mengapresiasikan berbagai potensi mereka. Ini sekaligus akan menjadi penyaluran positif atas hasrat seksual yang bisa jadi hadir lebih awal di kalangan remaja.

Sekretaris Jenderal LSM Peduli Pendidikan, “Sarang Lidi” Yogyakarta, Yuliani secara tegas juga menolak adanya pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.

Yuli mengaku khawatir, peraturan tersebut justru menjadi pemicu terjadinya perzinaan di kalangan remaja.

“Peraturan tersebut harus dicabut!,” pintanya.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar para pemangku kebijakan tidak menganggap bahwa semua remaja sudah rusak secara moral, salah satunya karena melakukan seks bebas.

Pemerintah, sebut Yuli, harus mempertegas tentang aturan tersebut melalui petunjuk teknis (juknis) sehingga tidak menimbulkan prasangka di masyarakat dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja ini.

Pihaknya juga sepakat bahwa perlu kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam menyampaikan seksual education kepada para pelajar usia remaja.

“Semestinya, sekolah tidak menunjukkan alat kontrasepsi, melainkan edukasi tentang moral, etika, adab, dan agama,” anggapnya.

Kemkes: Alat Kontrasepsi tidak Ditujukan untuk semua Remaja

Penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari layanan kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah dan remaja ini termaktub di Pasal 103 ayat (4) PP 28/2024 yang berbunyi, “Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi.”

Di lain pihak, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemkes) RI, Mohammad Syahril menjelaskan, PP 28/2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan itu salah satunya memang memuat upaya pemerintah dalam meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit. Termasuk, memastikan kesehatan reproduksi bagi remaja, dengan menggalakan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Pihaknya menambahkan, edukasi terkait kesehatan reproduksi ini termasuk penggunaan kontrasepsi. Namun, penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya bagi remaja yang sudah menikah.

“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” ungkap Syahril dalam siaran pers Kementerian Kesehatan RI yang diunggah di laman resminya, pada 6 Agustus 2024.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, lanjut Syahril, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.

Oleh karenanya, Syahril mengimbau agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut. Nantinya, aturan itu juga akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP. (Rep-01)

Pos terkait