#Peringatandarurat, 1.000 Akademisi UGM Nyatakan Sikap

Ilustrasi: Poster #kawalputusanMK yang dibawa salah satu mahasiswa saat aksi #jogjamemanggil di kawasan Malioboro Yogyakarta, pada 22 Agustus 2024. (dok. kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Lebih dari 1.000 akademisi UGM menyatakan sikap terkait dengan kondisi darurat demokrasi Indonesia yang didegungkan melalui #peringatandarurat, akhir-akhir ini.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada masyarakat dan Alumni UGM, Arie Sujito mengatakan, mereka adalah para dosen dan Tenaga Pendidik (Tendik) yang prihatin terhadap kondisi demokrasi dan hukum yang mengalami kemunduran, pasca reformasi.

“Ini sebagai bentuk respon kami atas kondisi demokrasi Indonesia menghadapi masalah serius,” tegas Ari melalui siaran pers Humas UGM, pada Sabtu (24/8/2024).

Menurutnya, kemunduran tersebut ditandai dengan ketegangan hukum, serta manipulasi politik yang dapat beresiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat.

Mereka, lanjut Arie, tak menginginkan demokrasi yang sudah diperjuangkan para mahasiswa dan aktivis di tahun 1998 lalu stagnan atau justru kembali ke masa era Orde Baru yang kekuatan oligarki partai dan manuver elit politiknya hanya mewujudkan kepentingan kelompok dan golongan.

“Kami ingin mengembalikan marwah demokrasi agar tidak dirusak oleh kepentingan elit yang berkuasa,” sambung Dosen Prodi Sosiologi Fisipol ini.

Lebih lanjut, Arie menyatakan, pernyataan sikap ini mendapat dukungan dari Forum Dekan se-UGM karena peristiwa manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga secara jelas merusak tatanan politik, hukum, dan kaidah keadaban demokrasi.

Dalam pernyataan sikapnya, akademisi UGM mengecam segala bentuk intervensi terhadap lembaga legislatif dan yudikatif yang bertujuan memanipulasi prosedur demokrasi sebagai sarana melanggengkan kekuasaan.

“Kami menolak berbagai bentuk praktik legitimasi praktik kekuasaan yang mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat,” tegasnya.

Selain itu, pihaknya mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat dan berkeadilan, serta sesuai kaidah hukum yang benar dan adil. Selanjutnya, mereka mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menjaga marwah dan prinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat, dengan berpegang teguh pada tatanan aturan hukum yang ditetapkan. Termasuk, mematuhi dan menjalankan sepenuhnya Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum.

Akademisi UGM juga mengajak semua lapisan masyarakat sebagai subjek demokrasi untuk berkonsolidasi dan berpartisipasi aktif menyelamatkan Demokrasi Indonesia. (Ed-01)

Pos terkait