Ilustrasi (dok. suara-islam)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 masih menjadi sorotan publik.
Di satu sisi, apresiasi disampaikan dari berbagai kalangan atas penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), pada 17 April 2019 lalu yang dinilai lancar dan sukses.
Namun di sisi lain, ada keprihatinan sekaligus duka cita mendalam atas banyaknya petugas ad hoc penyelenggara Pemilu yang meninggal dunia dan jatuh sakit. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hingga 5 Mei 2019, sedikitnya 438 petugas yang meninggal dunia, dan ribuan petugas lainnya jatuh sakit.
Atas kondisi tersebut, Rumah Indonesia yang merupakan wadah para guru besar dari sejumlah Perguruan Tinggi di DIY, pada 2 Mei 2019 lalu sempat menyampaikan masukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, agar pemerintah membentuk Tim Independen untuk menelusuri Penyelenggaraan Pemilu 2019 yang menyebabkan ratusan petugas ad hoc, baik itu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Perlindungan Masyarakat (Linmas), Pengawas Pemilu, hingga aparat keamanan, meninggal dunia.
Masukan serupa juga datang dari Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSH FH UII) Yogyakarta, Anang Zubaidy yang mendorong agar Presiden RI segera turun tangan, dalam membentuk tim independen pencari fakta tersebut. Harapannya, tim itu nantinya bisa menemukan kepastian terkait akar permasalahan yang menjadi penyebab kematian para petugas tersebut.
Tak hanya itu, Direktur Relawan Nasional Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga, Mustofa Nahrawardaya, melalui akun twitternya @AkunTofa, baru-baru ini juga meminta agar seluruh kuburan petugas yang meninggal dunia pada Pemilu Serentak 2019 dibongkar.
“Karena mencurigakan, saya usul agar seluruh kuburan jenasah Petugas Pemilu yang meninggal, ada 331 jenasah, MOHON dibongkar kembali, untuk dilakukan OTOPSI. Tujuannya agar penyebab kematian dapat diketahui secara medis. Pembongkaran makam ini, jelas sangat penting,” tulis Mustofa, pada 2 Mei 2019.
Sementara bagi KPU RI, pihaknya mempersilakan pembentukan tim tersebut, namun tak setuju dengan usulan untuk autopsi jenazah para petugas.
“Kalau ada upaya meminta autopsi karena ada dugaan kecurigaan seperti itu, soal etik, kita tidak menghargai perasaan keluarga,” ucap Komisioner KPU RI, Ilham Saputra seperti dikutip laman cnnindonesia.com, pada 7 Mei 2019.
Seberapa penting Penting Pembentukan Tim Independen Pencari Fakta?
Usulan pembentukan Tim Independen Pencari Fakta ini juga mendapat respon positif dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI DIY), saat menggelar jumpa pers di kompleks Balaikota Yogyakarta, 7 Mei 2019.
Ketua Presidium JaDI DIY, Muhammad Najib berpendapat bahwa tim tersebut bisa saja dibentuk untuk mencari kepastian penyebab kematian para petugas ad hoc penyelenggara Pemilu 2019. Hanya saja untuk autopsi akan sulit dilakukan. Mengingat, perlu adanya persetujuan dari pihak keluarga. Selain, jasad para petugas yang dikubur, kemungkinan juga telah rusak.
Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Trisno Raharjo menjelaskan sejumlah alasan perlunya pembentukan tim independen untuk menelusuri banyaknya petugas yang meninggal.
Pertama, menurutnya, perlu diketahui sebab kematian dari petugas karena penyebabnya bisa bermacam macam, meskipun dipicu oleh faktor kelelahan. Sebab, dalam dunia medis, kelelahan bukan penyebab kematian.
“Dengan diketahui secara pasti sebab kematian maka dapat dilakukan antisipasi kepada petugas di masa yang akan datang agar memperhatikan kondisi tubuhnya sehingga mengurangi risiko meninggal dalam tugas,” kata Trisno, saat dihubungi kabarkota.com, Rabu (8/5/2019).
Kedua, dengan penelusuran tersebut, nantinya akan dapat diketahui secara pasti usia, jenis kelamin dan lama petugas melakukan tugas sampai kelelahan sehingga dapat menjadi dasar evaluasi kedepan bagaimana dan siapa yang direkrut sebagai petugas.
Ketiga, lanjut Trisno, para petugas yang masih hidup semestinya juga ditelusuri terkait kondisi kesehatan dan sebab menurunnya daya tahan tubuh. Hal ini penting guna melengkapi data dengan petugas yang meninggal sehingga dapat diketahui penyebab secara keseluruhan dan antisipasinya.
Keempat, permasalahan ini harus dituntaskan sekarang, sehingga tidak menjadi beban di masa yang akan datang. Menjadi laporan resmi sebagai bahan evaluasi pelaksannan pemilu.
Autopsi itu, anggap Trisno mungkin dilakukan terhadap jenazah yang sebelumnya sudah ditelusuri penyebab kematiannya, dan dicurigai meninggal bukan karena penyakit yang diderita kambuh akibat kelelahan.
“Bila hasil autopsi menunjukkan sebab kematian yang tidak wajar, maka perlu ditindak lanjuti dengan penyidikan oleh kepolisian,” ucap anggota Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.
Sedangkan terkait formasi dalam Tim Independen, Trisno menambahkan, “Saya lebih berharap tim independen ini ada unsur bawaslu, komnas ham, tokoh masyarakat, dan ahli kesehatan atau dokter forensik.” (Rep-01)