Ribuan Rakyat Yogya Turun ke Jalan, ‘Kuasai’ Malioboro, Ada Apa?

Ribuan massa aksi #JogjaMemanggil di Taman Parkir ABA Yogyakarta, pada Kamis (22/8/2024). (dok.kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ada pemandangan tak biasa di Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA) Yogyakarta, pada Kamis 22/8/2024) pagi. Tempat Khusus Parkir tiga lantai yang biasanya dipadati bus-bus pariwisata dan kendaraan bermotor, kini berubah menjadi lautan manusia dengan kostum mayoritas hitam.

Ya, Ribuan rakyat Yogyakarta dari berbagai elemen, mulai dari mahasiswa, dosen, jurnalis, buruh, PKL dan berbagai profesi lainnya turun ke jalan, bergerak ‘menguasai’ sepanjang Jalan Malioboro untuk menyuarakan kegelisahan sekaligus kemarahan mereka terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang berupaya menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Lagu Darah Juang dan lagu-lagu kebangsaan sesekali digemakan untuk membakar semangat para demonstrans yang mengular dari Taman Parkir ABA hingga sepanjang Jalan Malioboro.

“Kawan-kawan mahasiswa, ingat kita para calon pemimpin negeri ini, maka jangan sampai kita seperti mereka yang ada di gedung parlemen itu,” tegas salah satu orator mahasiswa di depan kantor DPRD DIY.

Dalam tuntutannya, massa aksi yang tergabung dalam #JogjaMemanggil ini menyuarakan sejumlah tuntutan. Pertama, menolak revisi Rancangan Undang-Undang Pilkada yang sudah disepakati oleh pemerintah, melalui Badan Legislatif DPR RI.

“Pemerintah, anggota dewan, KPU dan Bawaslu harus patuh padah putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 ambang batas calon kepala daerah dan putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah,” pintanya.

Kedua, menolak dan melawan segala upaya pemerintah dan anggota dewan dalam melanggengkan politik dinasti dan oligarki. Ketiga, membentuk oposisi rakyat yang besar untuk melawan tindakan manipulasi hukum dan pelanggaran terhadap etika berpolitik.

Keempat, seluruh masyarakat masyarakat bergabung dalam oposisi rakyat melawan rezim Jokowi dan kroni-kroninya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 dan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah. MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.

Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

Sedangkan terkait putusan syarat usia calon kepala daerah, MK tegas menyatakan bahwa syarat usia dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan. MK menyatakan bahwa pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain.

Putusan MK tersebut membuat anak bungsu Presiden Joko Widodo tidak bisa maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah pada Pilkada 2024.

Namun, pada Rabu (21/8) Baleg DPR RI membahas RUU Pilkada dengan kembali mensyaratkan ambang batas 20 persen perolehan kursi di parlemen jika partai politik ingin mengusung calon kepala daerah.

Sementara terkait dengan syarat usia calon kepala daerah, sebagian besar fraksi di DPR RI lebih memilih putusan Mahkamah Agung No.23 P/HUM/2024 yang menyebut usia calon kepala daerah dihitung saat pelantikan.

Berdasarkan pantauan kabarkota.com, hingga berita ini diturunkan, aksi massa di kawasan Malioboro Yogyakarta masih berlangsung. (Rep-01)

Pos terkait