Sultan Dipanggil ORI DIY terkait Pergub Larangan Demo di Malioboro

Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) mengapresiasi langkah Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY yang memanggil Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono (HB X) terkait adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No 1 Tahun 2021Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka, pada Kamis (21/10/2021) besok.

Bacaan Lainnya

Juru Bicara ARDY, Yogi Zul Fadhli mengaku, pihaknya telah menunggu sekitar delapan bulan sampai akhirnya ORI DIY melayangkan surat panggilan kepada Sultan tersebut.

“Seharusnya, ORI DIY independen dan imparsial demi menjaga prinsip undang-undang, negara hukum, dan demokrasi,” Yogi dalam siaran pers yang diterima kabarkota.com, Rabu (20/10/2021).

Dalam Surat ORI Perwakilan DIY bernomor B.338/LM.13/005.2021/2021, Gubernur DIY diundang untuk datang ke kantor ORI, pada 21 Oktober 2021, pukul 10.00 WIB, untuk menerima laporan akhir hasil pemeriksaan ORI Perwakilan DIY atas laporan ARDY. Laporan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan terkait penyusunan Pergub yang salah satu poinnya melarang aksi demonstrasi di kawasan Malioboro tersebut.

Sebelumnya, pada 27 Januari 2021 lalu, ARDY melaporkan Gubernur DIY ke Kantor ORI DIY. Jaringan masyarakat sipil tersebut melayangkan somasi, sekaligus melaporkan Sultan atas terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021. Pasalnya, Pergub tersebut berpotensi mengancam kehidupan demokrasi di Yogyakarta.

Mengingat, kata dia, Pergub mengendalikan bentuk, lokasi, dan waktu bagi masyarakat di Yogyakarta yang hendak menyampaikan pendapat. Misalnya, Pasal 5 yang mengatur penyampaian pendapat di muka umum hanya bisa dilaksanakan di ruang terbuka, kecuali di kawasan Istana Negara Gedung Agung, Kraton Kasultanan, Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro dengan radius 500 meter dari pagar atau titik terluar.

“Pergub melanggar asas keterbukaan karena diterbitkan secara diam-diam dan publik hanya diminta untuk bisa menerimanya tanpa memberi masukan atau usulan,” sesal Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini.

Padahal menurut Yogi, berdasarkan Undang Undang No 12 Tahun 2011, asas keterbukaan itu menyangkut pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan yang bersifat transparan dan terbuka.

Oleh karena itu, pihaknya berharap, gubernur konsisten dengan pernyataannya di sejumlah pemberitaan media massa yang menyatakan akan datang memenuhi undangan ihwal hasil pemeriksaan.

“Setelah laporan akhir hasil pemeriksaan itu keluar, ARDY mendesak gubernur mencabut pergub tersebut. Gubernur seharusnya menghentikan segala upaya pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tegasnya.

Lebih lanjut Yogi berpendapat bahwa laporan ARDY bisa menjadi menjadi pintu masuk untuk mendorong demokratisasi di DIY. Laporan itu bagian dari kontrol publik terhadap pemerintahan Daerah. Mengingat, berdemonstrasi di kantor-kantor publik adalah bagian dari penyampaian aspirasi yang mendapat jaminan Undang-Undang Dasar 1945.

“ARDY juga mendorong media massa untuk terus bersikap kritis melakukan fungsi kontrol sosial terhadap kekuasan sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ucapnya. (Ed-01)

Pos terkait