Ilustrasi: Aksi MPBI memperjuangkan THR bagi PRT, pengemudi Ojol dan Kurir, di Kantor Disnakertrans DIY, pada 28 Maret 2024. (dok. istimewa)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan menjadi hak bagi pekerja sekaligus kewajiban para pemberi kerja atau pun pengguna jasa tenaga kerja. Tak terkecuali, bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Hal itu pula yang disadari oleh Umi Asih, salah satu pengguna jasa PRT untuk membantu menyelesaikan pekerjaan domestik di rumahnya.
“Saya hanya mempekerjakan satu PRT, itu pun kerjanya part-time (paruh waktu),” kata Umi kepada kabarkota.com, pada Jumat (29/3/2024).
Menurutnya, meskipun kondisi ekonomi keluarga tidak selalu stabil, tapi Umi berusaha memberikan hak bagi orang yang ia pekerjakan, termasuk THR keagamaan ini, menjelang Idul Fitri 1445 H/2024.
“Saya memberikan THR 1 bulan gaji dan makanan,” ungkapnya.
Ibu dua anak ini mengaku, dirinya sengaja memberikan THR dalam bentuk uang di minggu pertama bulan Ramadan supaya bisa digunakan untuk berbelanja. Apalagi, harga-barga sudah mulai naik. Sedangkan untuk paket sembako, ia berikan pada minggu lalu.
“Untuk bingkisan kue, baru saya siapkan,” sambungnya.
MPBI: THR tidak Ada Pembedaan Status Kerja
Sebelumnya, pada 28 Maret 2024, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY untuk memperjuangkan hak THR bagi para pekerja informal, seperti ojek online, buruh yang dirumahkan, dan PRT. Mengingat, THR merupakan kewajiban para pemberi kerja kepada buruhnya.
“THR menjadi sangat penting bagi buruh di tengah kenaikan harga sembako dan kebijakan upah murah,” papar Juru Bicara MPBI, Irsad Ade Irawan dalam siaran persnya, 28 Maret 2024 .
Irsad menjelaskan bahwa tidak ada pembedaan status kerja dalam pemberian THR. Perbedaanya terletak pada besaran THR yang diberikan, karena itu dihitung dengan rumus, berdasarkan lama masa kerja mereka. Termasuk bagi para PRT sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelindungan PRT.
“Dalam Permenaker No. 2/2015, disebutkan bahwa salah satu kewajiban dari Pengguna PRT adalah memberikan THR sekali dalam setahun,” tegasnya.
Selain itu, Irsad juga menyoroti tentang adanya Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja (SK Menaker) Nomor M/2/HK.0/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Melalui SK ini, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mengimbau agar perusahaan memberikan THR kepada pengemudi Ojek Online (ojol) dan kurir logistik, menjelang lebaran 2024.
Pihaknya menyebut, THR Keagamaan itu wajib dibayarkan kepada pekerja ojol sebesar rata-rata upah yang diterima dalam satu tahun terakhir sebelum Hari Raya.
“Pembayaran THR kepada pengemudi ojol dan kurir harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri,” tuturnya.
Lebih lanjut, MPBI mendesak agar Gubernur DIY segera mengeluarkan Surat Edara (SE) tentang Pembayaran kepada PRT dan Pengemudi Ojol.
Pemda DIY melalui Disnakertrans, lanjut Irsad, harus memastikan bahwa regulasi tentang pekerja dengan sistem kontrak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab, itu akan berpengaruh terhadap besaran THR yang akan mereka terima.
“Pemda DIY juga harus meminimalisir PHK dan skema habis kontrak PKWT menjelang Hari Lebaran 2024,” pintanya. (Rep-01)