YOGYAKARTA (kabarkota) – Status tanggap darurat di Yogyakarta berakhir Kamis (20/2). Dengan demikian penanganan abu vulkanik dari Gunung Kelud menggunakan jalur regular. Padahal, abu masih bercecer dan mengganggu hampir seluruh ruas jalan dan perkampungan wilayah tersebut.
“Semua diakhiri hari ini (Kamis, 20/2),” tegas Didik Purwadi, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan DIY.
Berakhirnya status itu berlaku di seluruh wilayah DIY yang terdiri atas satu kota dan empat kabupaten. “Itu sudah sesuai dengan SK Gubernur nomor 27 tahun 2014,” papar Didik.
Pun begitu, warga masih bergulat untuk “mengenyahkan” abu dari wilayah mereka. Baik sendiri-sendiri maupun bersama tetangga dekat, setiap hari mereka melakukan kerja bakti menggunakan peralatan sederhana seperti cetok, sapu, atau cangkul.
Bagi warga kampung seperti Sunarto Raharjo yang tinggal di Jalan Suryowijayan, kesulitan berikutnya setelah kerja bakti adalah tempat pembuangan abu. ”Mau dibuang dimana? Lahan disini sempit,” katanya kepada kabarkota.com.
Selain itu, Sunarto mengaku tidak pernah mendapat informasi dari pemerintah terkait pembuangan karung berisi debu tersebut. Sehingga hanya diletakkan di pinggir-pinggir jalan, dengan harapan diangkut petugas kebersihan. ”Karung-karung ini juga disiapkan sendiri oleh warga,” tambahnya.
Sedangkan bagi Danang Haryanto yang tinggal di kawasan Jalan KHA Dahlan, tumpukan karung abu selain mengganggu pemandangan, juga mempersempit lahan parker, sehingga sering menimbulkan kemacetan.
”Secepatnya diberesin supaya kondisi lingkungan jadi bagus. Kalau karung sampai rusak nanti debunya bisa berhamburan lagi,” harap pria asal Jawa Barat ini.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY sendiri berdalih, hal tersebut disebabkan keterbatasan truk pengangkut dan tenaga relawan. ”Kadang-kadang karena kesalahan schedule. Namun kami akan evakuasi karung-karung itu dalam waktu dekat,” tegas Prasetyo Budi Laksono, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD DIY.
BPBD DIY, aku Budi, menyediakan 100 ribu kantong debu yang sebagian besar telah didistribusikan ke masing-masing kabupaten/kota, serta 60 truk pengangkut debu. Hingga saat ini baru sekitar 40-50 persen kantong yang terangkut.
Budi membantah jika pemerintah dituding tidak memberikan perhatian kepada masyarakat. ”Semua ingin diprioritaskan, semua ingin dinomorsatukan. Tapi tenaga kami kan terbatas,” sanggahnya kepada kabarkota.com. (tya)
SUTRIYATI