Foto dok pribadi
Oleh: Dr. Fahmi Radhy, MBA (Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM)
Jakarta International Container Terminal (JICT) yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priuk merupakan aset negara strategies, yang seharusnya dikelola Negara melalui BUMN dengan kepemilikan saham 100 persen. Pengelolan sepenuhnya oleh BUMN merupakan manifestasi dari Kedaulatan Ekonomi, seperti yang diamanahkan konstitusi pasal 33 UUD 1945.
Awalnya 100 persen kepemilikan saham dimiliki negara yang dikelolah oleh PT Pelindo II, sebagai representasi Negara. Pada saat krisis moneter 1997, atas tekanan dan desakan IMF melalui paket Liberalisasi, Pemerintah melakukan Privatisasi JICT, yang menjual JICT kepada Perusahaa Asing, Huntchison Port Holdings (HPH), Perusahaan Hongkong.
Melalui Pelelgan Terbuka, JICT dengan dengan nilai Penjualan 243 juta US dollar. Perubahan komposisi kepemilikan saham baru: HPH menguasai mayoritas sebesar 51 persen, sedangkan Pelindo II sebesar 49 persen. Jangka waktu konsesi selama 20 tahun, dimulai dari tahun 2009 sampai dengan 2019.
Pada akhir 2014 Dirut PT Pelindo II RJ. Lino secara sepihak memperpanjang konsesi JICT kepada HPH dengan Nilai Penjualan US$ 215, lebih kecil dibanding nilai penjualan pada 1999, yakni sebesar US$ 243. Menjadi anomaly kenapa selama 15 tahun nilai perusahan bukannya naik, tetapi malah justru turun?. Apakah anomaly tersebut merupakan indikasi adanya kongkalikong atau suap di balik keputusan perpanjangan JICT?
Demikian pula dengan kepemilikan saham yang sudah berlangsung selama 15 tahun tidak ada komitmen sama sekali untuk melakukan disinvestasi, sehingga komposisi kepilikan saha tidak berubah sama sekali, HPH tetap mayoritas sebesar 51%, dan Pelindo II 49 persen. Jangka waktu berakhirnya konsesi menjadi tahun 2039.
Keputusan RJ. Lino memperpanjang konsesi diputuskan sepihak, bepotensi merugikan Negara:
Pertama, Perpanjangan JICT merugikan negara karena nilainya US$ 215 juta lebih kecil dari nilai penjualan 20 tahun lalu sebesaaar US$ 231 juta. Jika tidak diperpanjang dan 100 persen saham dimiliki Pelindo II, Negara akan memperoleh potensi pendapatan sekitar Rp 30 triliun per tahun dg dengan perpanjangan tersebut.
Kedua, Perpanjangan JICT dilakukan melalui Kontrak Tertutup sehingga melanggar prinsip transparansi, sehingga tidak dimungkinkan tercapainya harga optimal dan berpotensi adanya suap dibalik keputusan perpanjangan kontrak tersebut.
Ketiga, Keputusan sepihak J.Lino memperpanjang kontrak kontrak JICT tanpa persetujuan Dewan Komisaris melanggar mekanisme pengambilkeputusan BUMN.
Keempat, Perpanjangan JICT mengabaikan rekomendasi Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai perpanjangan kontrak sangat berisiko dan merugikan negara.
Perpanjangan JICT juga berpotensi melanggar Undang-Undang:
Pertama, Perpanjangan konsesi JICT dilakukan pada 2014, 5 tahun sebelum kontrak berakhir pada 2019 melanggar melanggar pasal 27 peraturan Menteri BUMN.
Kedua, Melanggar Undang-undang Nomer 17/2008 Tentang Pelayaran: Pasal 82, Otoritas Pelabuhan (OP) sebagai wakil pemerintah adalah pihak yang memberikan konsesi pelabuhan, bukan Pelindo II.
Ketiga, Keputusan perpanjangan JCIT melanggar persyaratan pendahuluan tentang persetujuan dari Menteri BUMN dan atau perizinan dari instansi pemerintah lain, seperti diatur dalam Pasal 82 UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Keempat, Melanggar Keputusan Menteri Perhubungan selaku OP yang memutuskan kontrak konsesi yang sudah habis agar tidak lagi dikerjasamakan dengan asing, tetapi dikelola oleh anak bangsa secara mandiri.
Kelima, Mengabaikan Rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam suratnya no LAP697/D502/2/2012 mengatakan bahwa perpanjangan konsesi itu berpotensi merugikan negara.
Karena itu rekomendasi Kepada Pansus Pelindo II adalah:
1. Pansus harus membatalkan Perpanjangan JICT karena Keputusan Perpanjangan tersebut karena telah Melanggar UU dan merugikan negara
Pansus harus kembalikan kepemilikan saham 100 dimliki oleh negara, yang sepenuhnya dikelola oleh anak bangsa
2. Pansus harus usut tuntas indikasi pelangaran pidana dan potensi suap dibalik keputusan sepihak perpanjangan JICT
3. Pansus harus menemukan adannya pihak-pihak yang membekingi keputusan perpanjangan JICT.
4. Pansus harus menemukan pihak-pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung yang menghalangi proses pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh Bareskrim.