DPP Fisipol UGM Petakan Potensi Golput 2019, Ini Hasilnya

Ilustrasi (dok. nu)

SLEMAN (kabarkota.com) – Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (DPP Fisipol) UGM melalui big data analytics melakukan analisis big data tentang isu Golput menjelang Pemilu 2019.

Bacaan Lainnya

“Data kami peroleh melalui percakapan dalam social media twitter dan pemberitaan di lebih dari 200 media online,” kata Dosen DPP Fisipol UGM, Arya Budi dalam siaran persnya, Senin (25/2/2019).

Dari hasil pemetaan berdasarkan sebaran geografis, isu Golput cenderung bersifat Jawa sentris. Analisis data twitter menunjukkan bahwa, isu Golput paling banyak dibicarakan di Jawa Barat (21.60%), kemudian disusul DKI Jakarta (14.94%), dan Jawa Timur (14.64%).

Sedangkan pemetaan berdasarkan pergerakan waktu (time series), terdapat dua hal yang menunjukkan persebaran dan perbincangan isu golput menjadi masif. Hal itu ditandai dengan percakapan tentang golput yang mencapai 500-an percakapan atau meningkat tajam, dari sebelumnya di kisaran 50 percapakan pada hari-hari biasa.

Pertama, sebut Budi, isu golput menjadi masif, karena adanya pihak-pihak yang berpengaruh, seperti akun dengan pengikut ribuan atau jutaan follower, sengaja memulai perbincangan tentang itu, sebagaimana yang terjadi pada 5 Februari 2019.

Selain itu, alasan kedua isu golput masif karena memang saat ini memontum politik. Misalnya, saat sebelum atau setelah debat capres putaran kedua digelar.

Ditambahkan Budi, dari total 2.840 percakapan tentang golput, 9.5% ditujukan untuk mengkampanyekan golput. “Satu dari 10 percakapan itu adalah untuk mengkampanyekan golput,” sebutnya.

Titik daerah yang sengaja mengkampanyekan golput itu, ungkap Budi, terindentifikasi di Jakarta (20), Jawa Barat (17), dan Jawa Tengah (12). Di sisi lain juga ada akun yang sengaja dibuat untuk kampanye golput.

Untuk itu pihaknya berharap, agar penyelenggara dan peserta Pemilu dapat menindaklanjuti data ini. Menurutnya hal itu penting, karena selain memunculkan masalah legitimasi, juga Pemilu akab berpotensi hanya dinikmati oleh elit saja. (Ed-03)

Pos terkait