Faisal Basri (Sumber: reformed-crs.org)
SLEMAN (kabarkota.com) – Ketua Komite Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri mengungkapkan pengelolaan sektor Minyak dan Gas (Migas) sudah rusak pada era pemerintahan Presiden SBY. Menurutnya, pengelolaan pada saat ini mengakibatkan berbagai macam defisit di sektor ekonomi.
"Migas defisit, kemudian merambah ke tempat lain. Perdagangan juga ikut alami defisit," kata Faisal dalam diskusi Panel Reformasi Tata Kelola Migas 'Menjadikan Tata Kelola Migas sebagai Media Keberpihakan kepada Kedaulatan Migas Nasional' di Universitas Proklamasi 1945, Sleman, Yogyakarta, Selasa (2/12).
Fasil menjelaskan, akibat lain ketidakberesan pengelolaan Migas itu adalah pemerintah tidak mampu membayar bunga utang luar negeri akibat utang luar negeri yang digunakan untuk memenuhi subsidi BBM dalam negeri. Disamping itu juga menjadikan Indonesia negara terbesar pengimpor minyak. "Subsidi BBM sudah ndak cukup dari pendapatan minyak negara," kata dia.
Selain masalah utang negeri, kata Faisal, dampak lainnya adalah merosotnya industri infrstruktur yang berdampak melambatnya perekonomian. Melambatnya perkembangan perekonomian, ungkap Faisal, menjadikan pertumbuhan ekonomi tidak pernah tumbuh 7 persen setiap tahunnya.
Faisal menengaskan, pihaknya akan akan melihat dari hulu hingga hilir apa yang menjadi penyebab kesalahan pengelolaan itu. Ia mengaku sudah bertemu dan berbincang dengan ketua SKK Migas membicarakan simpul-simpul masalah Migas. "Minyak kita masih tapi kita harus menguasai teknologinya," kata dia.
"Kita akan membuat pagar dan memberi rekomendasi agar Migas tidak dijarah oleh gajah, banteng, tikus dan sebagainya," katanya menambahkan.
Mantan Dirjen Migas dan Direktur Pertamina EP, Suyitno Patmosukismo menyarankan agar pengelolaan Migas mengambil langkah strategis. Termasuk dengan menerapkan aturan ketat dan ketahanan energi nasional.
Suyitno juga menyarankan agar pengelolaan Migas tak hanya Pertamina yang mengelola, namun juga diberikan ke perusahaan nasional yang memiliki track record baik. "Ini untuk membangun industri minyak nasional. Tidak hanya pertamina," ungkapnya.
AHMAD MUSTAQIM