JAKARTA (kabarkota.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat akhirnya mengeluarkan fatwa tentang shalat jumat di jalan. Fatwa tersebut merespon permintaan berbagai pihak pasca adanya rencana Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI melaksanakan shalat Jumat di bundaran Hotel Indonesia.
Fatwa yang dikeluarkan pada 28 November 2016 oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Hasanuddin dan sekretarisnya, Asrorun Ni’am ini memberikan penjelasan rinci beserta dalil-dalil pertimbangannya. Intisari fatwa tersebut adalah:
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Shalat Jum’at merupakan kewajiban setiap muslim yang baligh, laki-laki, mukim, dan tidak ada ‘udzur syar’i.
2. Udzur syar’i yang menggugurkan kewajiban Shalat Jum’at antara lain : safar, sakit, hujan, bencana dan tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
3. Unjuk rasa untuk kegiatan amar makruf nahi munkar, termasuk tuntutan untuk penegakan hukum dan keadilan tidak menggugurkan kewajiban Shalat Jum’at.
4. Shalat Jum’at dalam kondisi normal (halat al-ikhtiyar) dilaksanakan di dalam bangunan, khususnya masjid. Namun, dalam kondisi tertentu, Shalat Jum’at sah dilaksanakan di luar masjid selama berada di area permukiman.
5. Apabila Shalat Jum’at dilaksanakan di luar masjid, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. terjaminnya kekhusyukan rangkaian pelaksanaan Shalat Jum’at
b. terjamin kesucian tempat dari najis
c. tidak menggangu kemaslahatan umum
d. menginformasikan kepada aparat untuk dilakukan pengamanan dan rekayasa lalu lintas.
e. mematuhi aturan hukum yang berlaku
6. Setiap orang yang tidak terkena kewajiban Shalat Jum’at, jika melaksanakan Shalat Jum’at hukumnya sah sepanjang syarat dan rukunnya terpenuhi.
7. Setiap orang muslim yang bertugas mengamankan unjuk rasa yang tidak memungkinkan meninggalkan tugas saat Shalat Jum’at tiba, maka tidak wajib Shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat zhuhur.
8. Kegiatan keagamaan sedapat mungkin tidak mengganggu kemaslahatan umum. Dalam hal kegiatan keagamaan harus memanfaatkan fasilitas umum, maka dibolehkan dengan ketentuan :
a. penyelenggara perlu berkoordinasi dengan aparat,
b. dilakukan sesuai dengan kebutuhan
c. aparat wajib membantu proses pelaksanaannya agar tertib
9. Kegiatan keagamaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam angka 8 hukumnya haram.
Kedua: Rekomendasi
1. Pemerintah perlu menjamin kebebasan beribadah warga negara dan memfasilitasi pelaksanaannya agar aman, nyaman, khusyuk, dan terlindungi.
2. Umat Islam perlu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan ibadah dan syi’ar keagamaan.
3. Aparat keamanan harus menjamin keamanan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah dan syi’ar keagamaan umat Islam.
Ketiga : Penutup
1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
(ed-01)