Kamis, 29 Mei 2014
Kemenag Tersandung Kasus Pengelolaan Dana Haji
Pengamat: Sumber Permasalahan di Sistem Pengelolaannya
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pengamat Ekonomi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Syafiq M. Hanafi menganggap, akar persoalan yang timbul dalam pengelolaan dana haji oleh Kementrian Agama (Kemenag) RI yang berujung pada dugaan penyelewenggan dana, karena sistemnya yang bermasalah.
"Permasalahan kompleks selama aturannya tidak tegas", kata Syafiq kepada kabarkota.com melalui sambungan telepon, Kamis (29/5).
Menurut Syafiq, ini tidak lepas dari peran dominasi penyelenggaraan haji yang terpusat di Kemenag. Dari sisi perundangan, ada pasal-pasal karet terkait pengelolaan dana tersebut, yang membuka celah terjadinya bentuk-bentuk penyimpangan.
"Aturan penggunaan dana tidak bisa kita lihat secara jelas,” tambahnya.
Selain itu, pengelola dana di Kemenag, yang belum terlatih secara baik, juga merupakan persoalan tersendiri.
Syafiq menduga, Dirjen PHU Anggito Abimanyu, terjebak pada sistem yang tidak beres di Kemenag, sehingga pada akhirnya berurusan dengan KPK.
“Sulit bagi pak Anggito bekerja sendiri, kalau tidak diimbangi dengan SDM yang kuat", anggap Syafiq.
Terkait dengan adanya Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Dana Haji, Syafiq berpendapat, sepanjang ada niatan baik untuk memperbaiki sistem tersebut, maka itu tidak menjadi persoalan.
“Aturan hendaknya tidak memunculkan celah lain untuk terjadinya penyimpangan", ucapnya.
Senada dengan Syafiq, pakar Ekonomi Islam, Universitas Islam Indonesia (UII), Syafaruddin Alwi juga mengatakan bahwa dana haji di Kemenag itu merupakan dana milik umat.
“Dana seharusnya dikelola secara profesional. Umat tahu peruntukannya untuk apa", jelas Syafaruddin melalui sambungan telepon, hari ini.
Syafaruddin juga mencontohkan ketika dirinya berangkat ke tanah suci bersama rombongan dari pejabat sekitar tahun 1994 lalu.
"Ketika itu yang membayar hanya saya", kisahnya. Sementara yang lainnya, ia menduga menggunakan dana dari Kementrian Agama.
Safarudin mengungkapkan, kepemilikan dana ini adalah jamaah haji, maka kembalinya kepada jamaah lagi, dalam bentuk peningkatan fasilitas ibadah haji atau pun pengurangan biaya haji itu sendiri.
"Pengelola harus patuh pada aturan, SOP, dan paham peruntukannya", tegas dia.
Sebelumnya, sejumlah media memberitakan bahwa PPATK sempat menemukan transaksi mencurigakan hingga Rp 230 Milyar dari pengelolaan dana Haji tahun 2004 – 2012. Dalam periode tersebut, total sana yang dikelola mencapai Rp 80 triliun, ditambah dengan bagi hasil sebesar Rp 2,3 Triliun per tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini juga telah menetapkan, Menteri Agama RI, Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana triliunan tersebut. (tria/aif)