Ilustrasi: Rumah MBR (dok. setkab)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Memiliki rumah idaman adalah impian setiap orang. Sayangnya, mahalnya biaya pembangunan rumah seringkali memupuskan impian indah tersebut. Apalagi bagi Masyarat Berpenghasilan Rendah (MBR). Jangankan membangun rumah, untuk mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) ke bank pun belum tentu disetujui, karena tidak adanya agunan yang memadahi. Kalaupun disetujui, umumnya bunga cicilannya tinggi, hingga memberatkan.
Namun, dengan adanya Program Satu Juta Rumah, khususnya dari Bank Tabungan Negara (BTN), impian itu pelan-pelan bisa diwujudkan. Hal itu seperti pengalaman salah satu warga Bantul, DIY, Galuh Candra Wisesa yang akhirnya bisa memiliki rumah impiannya, di wilayah Pajangan, Bantul.
“Menurut saya, program itu sangat membantu untuk kalangan kelas menengah ke bawah, ” kata Galuh kepada kabarkota.com, baru-baru ini.
Meskipun, kata Galuh, bukan perkara mudah baginya yang sehari-harinya berprofesi sebagai jurnalis di Yogyakarta untuk bisa mewujudkan impian tersebut. Dengan penghasilan per bulan yang bisa dikatakan minim, pria muda ini harus menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membayar cicilan KPR.
Galuh mengaku, ia mengajukan KPR tahun 2006 dengan harga masih di bawah Rp 100 juta. Namun, rumah yang dibangun di wilayah Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY itu baru ia tempati pada tahun 2015, karena ketika itu daerahnya masih sepi.
“Tertarik mengikuti program itu karena murah seiring dampak dari globalisasi dan hiruk pikuk perkotaan,” ucapnya lagi. Terlebih, prosedur pengajuannya juga tidak terhitung rumit.
BTN menyelenggarakan program satu juta rumah ini melalui KPR BTN Subsidi, yakni kredit pemilikan rumah program kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dengan suku bunga rendah dan cicilan ringan, serta tetap sepanjang jangka waktu kredit. Dikutip dari laman BTN, KPR BTN Subsidi yang ditawarkan terdiri atas KPR untuk pembelian rumah tapak, dan rumah susun.
Keunggulan dari paket KPR yang ditawarkan itu, antara lain, suku bunga 5 persen fixed sepanjang jangka waktu kredit dengan waktu maksimal hingga 25 tahun, prosesnya cepat dan mudah, serta uang muka mulai dari 1 persen saja.
Selain itu, konsumen juga akan mendapatkan perlindungan asuransi jiwa, dan asuransi kebakaran. Sekaligus, memiliki jaringan kerjasama yang luas dengan pengembang di seluruh wilayah indonesia.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (REI) DIY, Nur Andi Wijayanto juga menilai, adanya Program Satu Juta Rumah dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) itu telah memberikan dampak positif dengan trend peningkatan permintaan (demand) rumah murah bersubsidi, dari kalangan menengah ke bawah, khususnya di DIY.
Hanya saja, Nur mengaku, para pengembang cukup kesulitan untuk memenuhi permintaan konsumen. Mengingat, harga jual tertinggi yang ditetapkan pemerintah untuk FLPP saat ini adalah Rp 123 juta per unit. Sementara untuk Harga Pokok Tanah (HPT) di DIY, dengan aksesibilitas yang baik untuk membangun sebuah kawasan perumahan yang baik sudah relatif tinggi.
“Idealnya, untuk menghasilkan rumah dengan harga maksimal Rp 123 juta dengan kualitas yang masih terjaga, itu HPTnya ada di kisaran Rp 150 ribu per meter persegi,” sebut Nur.
Akibatnya, sesal Nur, pada tahun 2016 lalu, REI DIY tak mampu mensuplai permintaan sama sekali. Namun tahun 2017 ini, pihaknya menargetkan pembangunan 500 unit rumah murah bersubsidi di sejumlah wilayah, seperti Kulon Progo, dan Bantul.
Ditambahkan Nur, sejak program itu digulirkan pemerintah dan dengan harga masih di kisaran Rp 40 juta per unit, REI DIY sudah membangun sekitar 10 ribu unit rumah, dengan rata-rata konsumennya adalah PNS, dan swasta. Termasuk sebagian untuk anggota TNI/Polri.
“Kerjasama pengembang dengan bank ini cukup membantu, sebab melalui KPR FLPP itu sebenarnya pemerintah ingin menekan biaya cicilan bulanan dari KPR-nya. Kalau memakai mekanisme normal, sekarang bunga KPR ada yang 8 persen per 2 tahun, kemudian pada tahun selanjutnya ikut mekanisme pasar yang bunganya bisa mencapai 11 pesen per tahun,” ujarnya. (Rep-03/Ed-03)