YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pengamat hukum tata-negara Universitas Islam Indonesia (UII), Anang Zubaidy berharap, agar kepemimpinan Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi – JK) ke depan mampu menekan laju tuntutan daerah otonomi baru.
“Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat “kecolongan” dengan banyaknya daerah otonomi baru. Sebagian bisa survive, tetapi tidak sedikit juga yang justru menjadi beban negara karena tidak mampu mengelola daerahnya dengan baik,” kata Anang kepada kabarkota.com melalui whatsapp.
Menurut Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII ini, Jokowi harus cermat dalam kebijakan tersebut. Tujuannya, agar otonomi daerah yang awalnya untuk mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat, tidak justru memunculkan masalah baru. Untuk itu, Jokowi perlu membuat grand design baru mengenai daerah otonomi baru tersebut.
Selain itu, pekerjaan rumah pemerintahan SBY untuk Jokowi ke depan juga menyangkut pengelolaan wilayah terluar Indonesia.
“Banyak masyarakat di wilayah-wilayah perbatasan yg tidak mendapatkan akses pelayanan publik memadai,” anggap Anang.
Oleh karenanya, Jokowi harus mampu membuat terobosan agar persoalan klasik itu muncul kembali. Salah satunya, dengan pemerataan pembangunan sangat diperlukan.
Sementara menyangkut Hubungan luar negeri, peran SBY relatif baik. Setidaknya, dalam dua periode kepemimpinannya, pihaknya telah menerapkan prinsip persahabatan yang direalisasikan dalam sejumlah kebijakan tidak konfrontatif terhadap potensi konflik Indonesia dengan negara lain.
Anang meminta agar Jokowi bisa melanjutkan tradisi ini dengan terus memperkuat diplomasi, dan peranan Indonesia di organisasi internasional, baik skala regional maupun global.
Selain itu dari dalam negeri, pengelolaan pemerintahan di tengah sistem multipartai juga cenderung memunculkan posisi dilematis bagi presiden terpilih. Mengingat, di satu sisi presiden terpilih karenan mandat rakyat. Namun di sisi lain, dia juga harus mampu mengkomuniksikan program-programnya di hadapan DPR.
Jika nantinya Jokowi salah langkah, maka dia bisa terjebak pada kondisi yang terlalu lemah di hadapan partai-partai politik. Meski pun dari awal Jokowi telah menyatakan koalisi tanpa syarat. Namun tetap dengan kehati-hatian, menghadapi potensi ganjalan di parlemen.
“janji itu harus diwujudkan”, tegas dia. (tri/jid)