Logo (dok. bawaslu)
SLEMAN (kabarkota.com) – Politik uang (money politic) merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang mengganggu proses demokrasi Indonesia.
Menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sleman, M. Abdul Karim Mustofa, politik uang juga salah satu bentuk pidana pemilu.
Pasalnya, masyarakat dipaksa memilih untuk kepentingan kandidat dengan memberikan atau menjanjikan iming-iming uang atau materi lainnya.
Oleh karenanya, perlu upaya-upaya yang tak biasa untuk memerangi praktik-praktik kecurangan tersebut. Diantaranya melalui gerakan Desa Anti Politik Uang (APU) di Desa Candibinangun, Pakem, dan Desa Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman.
Tak hanya itu, Bawaslu Sleman juga menggandeng sejumlah elemen, mulai dari Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hingga pemilih pemula yang diajak bergabung menjadi relawan pengawas pemilu.
“Mereka mempunyai peran penting sebagai informan di masyarakat, jika terjadi dugaan atau potensi pelanggaran pemilu,” kata Karim kepada kabarkota.com, Jumat (15/2/2019).
Bawaslu, lanjut Karim, juga merekrut relawan pengawas pemilu 2019 yang saat ini sudah mencapai 1.600-an orang yang siap membantu ketugasan pengawasan partisipatif.
Komisioner Bawaslu Sleman, Vici Herawati juga berharap, ke depan, kampanye menolak politik uang akan lebih disebarluaskan kepada masyarakat. Mengingat, praktik politik uang sudah menjadi semacam budaya di masyarakat, meskipun bentuk pemberiannya tidak selalu berbentuk uang, melainkan juga berupa bantuan untuk komunitas seperti tenda,seragam, pos ronda, dan lain-lain. (Rep-02)