YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Gempa besar dengan magnitudo 7.4 yang mengguncang Kota Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018, telah mengakibatkan amblasnya kompleks Perumahan dinas (Perumnas) Balaroa, di Kelurahan Petobo, Kota Palu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan, ada 1.747 unit rumah yang rusak.
Berdasarkan hasil pantauan udara Kepala BNPB, Williem Rampangile yang diunggah melalui akun instagram bnpb_indonesia, Rabu (3/10/2018), kondisi kompleks Perumnas Balaroa tampak hancur akibat ambles 3 meter dan terangkat 2 meter.
“Kompleks Perumnas Balaroa ini tepat di atas sesar Palu Koro,” tulisnya.
Perumnas BMKG Palu Diperkirakan ikut Amblas
Sementara Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) DIY, I Nyoman Sukanta memperkirakan, rumah-rumah dinas BMKG Palu yang berada di kompleks Perumnas Balaroa, juga ikut amblas akibat fenomena likuifaksi.
“Rumah dinas (BMKG) amblas terkena likuifaksi, tapi infonya penghuni selamat. Namun kami masih menunggu kabar pastinya,” kata Nyoman, Selasa (2/10/2018) malam.
Nyoman menjelaskan likuifaksi adalah fenomena hilangnya daya dukung tanah akibat tekanan gaya gempa bumi, yang bahasa awamnya adalah tanah yang keras berubah menjadi lumpur. Hal ini terjadi di lokasi yang mempunyai tanah liat dibawahnya ada pasir dan sumber air.
“Karena tekanan yang kuat akibat gaya gempa, air dan pasir digoyang sedemikian rupa melewati batas daya dukung tanah diatasnya, maka mengakibatkan tanah diatasnya berubah menjadi lumpur. Hal ini bisa terjadi karena tekanan dari gaya gempa yang cukup kuat,” jelas Nyoman.
Akibat musibah itu, hingga kini, tim BMKG dari pusat belum bisa menjangkau lokasi bencana, khususnya yang terdampak langsung gempa dan tsunami di kota Palu.
“Kami menunggu lokasi bencana kondusif dulu Rencananya, pada tanggal 5 Oktober besok, tim dari Jakarta akan berangkat ke Palu. Mudah-mudahan bandara Palu sudah bisa digunakan untuk landing pesawat komersial.
Soal Video Tsunami yang Beredar, BMKG belum Klarifikasi
Terkait dengan beredarnya video tsunami yang menerjang sejumlah wilayah di Palu, Nyoman mengaku, BMKG belum melakukan klarifikasi ketinggian tsunami tsunami tersebut.
“Untuk memastikan berapa tinggi tsunami yang terjadi, perlu klarifikasi lapangan, dengan melakukan pengukuran dari jejak-jejak tsunami yang terlihat,” imbuhnya.
Menurutnya, ketinggian tsunami akan berbeda, antara jenis pantai yang terbuka memanjang, dengan pantai berbentuk menyempit seperti teluk Palu.
“Tinggi tsunami akan lebih besar yang di teluk karena terjadi amplifikasi dan resonansi gelombang tsunami. Jadi wajar jika masyarakat melihat tinggi tsunami lebih besar di teluk Palu,” tegasnya. (Sutriyati)