Rusia Tak Gentar Ancaman AS

MOSKOW (kabarkota.com) – Terhadap ancaman sanksi ekonomi dan isolasi dari Amerika Serikat dan Barat, Rusia tidak gentar. “Bahasa ancaman tidak efisien,” tegas Valentina Matvienko, ketua majelis tinggi parlemen Rusia, seperti dilansir antaranews.com yang diambil dari kantor berita ITAR-TASS.

Karena itu ia menyerukan, negara-negara Barat berhenti melontarkan ancaman dan mulai berdialog dengan Rusia mengenasi situasi di Ukraina.

Krisis Rusia dengan Barat terkait dengan kisruh di Semenanjung Krimea, Ukraina. AS dan negara-negara Barat menuduh Rusia telah memobilisasi tentara untuk menyerang semanjung tersebut. Sedangkan Rusia menolak menerima tuduhan seperti itu.

“Saat ini ekonomi Rusia sudah begitu terlibat dalam ekonomi global, sehingga sulit sekali membayangkan bagaimana Rusia bisa diisolasi dari proses ekonomi di seluruh dunia,” tegas Matvienko.

Produk Uni Eropa memenuhi 40 persen pasar Rusia, sebaliknya negara-negara Uni Eropa menjadi pasar untuk 50 persen volume dagang Rusia. Karena itu, kata perempuan politisi tersebut, sanksi akan mengantarkan pada kerugian ekonomi yang besar.

“Adalah penting kini untuk tenang dan berhenti menggunakan bahasa ultimatum dan ancaman,” tandasnya.

Sedangkan menurut Mikhail Margelov, Komisi Hubungan Luar Negeri Dewan Federasi Rusia, isolasi penuh itu tidak mungkin, sedangkan isolasi parsial akan tidak berguna.

“Sanksi sama sekali tidak produktif. Dengan segala hormat, kami punya pengalaman dalam soal ini,” tandasnya.

Jika AS menerapkan, dampaknya tidak terasa pada ekonomi Rusia. “Karena hubungan dagang dan ekonomi kami dengan AS itu rendah,” paparnya.

Rusia, ancam Margelov, mungkin akan berpaling ke China yang selama ini telah menjadi mitra politik dan ekonomi yang baik. “Saya kira pemerintah AS tidak akan mengenakan sanksi yang serius kepada Rusia,” kata dia. (tya)

Margelov juga tidak yakin pada ancaman penghentian negosiasi rezim bebas visa.  Kemungkinan ini tidak akan terjadi, tegasnya.

Senator Rusia ini melukiskan siapa yang lebih dirugikan jika negara-negara Uni Eropa membekukan proses penerbitan visa jangka panjang menjelang musim liburan nanti.

“Warga negara kami yang membelanjakan miliaran euro di tempat-tempat wisata teragung Eropa setiap tahun, pasti akan kecewa. Mereka lalu membawa uang mereka ke Turki, Asia Tenggara, pantai Laut Merah, dan India,” kata Margelov dengan enteng. (tya)

Pos terkait