Subsidi Harga Minyak Goreng Membingungkan Pedagang

Minyak goreng (dok. fb melisa)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kenaikan harga minyak goreng akhir-akhir ini, tidak hanya menyusahkan masyarakat sebagai konsumen, tetapi agen penjual, khususnya di Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Salah satu pemilik mini market di DIY, Diah Novitasari mengaku, sejak harga minyak goreng melambung, penjualannya relatif mengalami penurunan. Ia menduga, hal itu lantaran masyarakat kini lebih berhemat. Terlebih harga-harga kebutuhan pokok lainnya juga mengalami peningkatan, di bulan Ramadhan ini.

“Dampaknya, modal yang dikeluarkan bertambah banyak, tetapi keuntungan tidak naik. Jika biasanya modal Rp 12 ribu bisa mendapatkan untung Rp 1.000, sekarang, modal dua kali lipat, tetapi keuntungannya tetap Rp 1000,” jelas Diah kepada kabarkota.com, Selasa (5/4/2022).

Lebih lanjut Diah berpendapat bahwa kebijakan pemberian subsidi harga minyak goreng yang merknya sama dengan minyak goreng non subsidi justru memunculkan kebingunan di tingkat agen penjual.

“Adanya minyak goreng bersubsidi, bagi saya malah membingungkan dan takut untuk menjual, karena kami juga menjual minyak non subsidi dengan merk yang sama dan harga belinya sudah mahal. Sementara kalau dijual dengan harga yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah, takutnya malah diprotes sehingga itu malah membuat rancu harga,” anggapnya.

Akan lebih baik, kata Diah, subsidi itu diberikan di tingkat produsen untuk bisa menyamakan merk minyak goreng yang disubsidi. Meskipun realisasinya itu akan sangat sulit.

PKL Kuliner bisa mendapatkan harga Minyak Goreng Rp 20 ribu per liter?

Sementara salah satu Pedagang Kaki Lima (PKL) kuliner di Yogyakarta, Sogy mengaku bahwa memang terjadi mengaku mendapatkan harga minyak goreng lebih murah dibandingkan dengan harga eceran di pasaran.

“Saya beli 1 liternya Rp 20 ribu, dan saya waktu itu membeli 7 bungkus plastik.Jadi memang ada kenaikan sedikit,” ungkapnya kepada kabarkota.com.

Ia justru khawatir, kenaikan harga BBM seperti Pertamax justru akan berpengaruh besar terhadap usaha para PKL karena secara otomatis, kenaikan harga tersebut akan memicu kenaikan harga-harga barang lainnya.

LKY: Pengawasan HET Minyak Goreng Non Premium Harus Diperketat

Di lain pihak, Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), Saktya Rini Hastuti mendesak agar pemerintah memperketat pengawasan terkait HET minyak goreng non premium dengan harga Rp 14 ribu per liter.

“Jangan sampai kelompok konsumen minyak goreng premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborongnya dengan harga jauh lebih murah,” tegas Tutik dalam pernyataan tertulisnya.

Idealnya, kata Tutik, subsidi minyak goreng bersifat tertutup by name by address, sehingga tepat sasaran. Mengingat, subsidi terbuka seperti yang diterapkan sekarang justru berpotensi salah sasaran. Sebab bukan tidak mungkin, minyak goreng murah malah diborong oleh kelompok masyarakat mampu sehingga masyarakat kelas bawah menjadi kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng murah.

“Pengalihan subsidi dari minyak goreng premium ke minyak goreng curah, perlu dibarengi dengan pengawasan mutu dari minyak goreng curah yang ada. Di samping itu, minyak goreng curah juga harus cukup ketersediaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah bawah,” harapnya.

Lebih lanjut LKY mendesak KPPU untuk mengulik adanya dugaan kartel dan oligopoli dalam bisnis minyak goreng, CPO, dan sawit. Jika ditemukan adanya pelaku usaha yang tidak mentaati peraturan atau ketetapan yang diambil oleh pemerintah, maka mereka perlu diberi sanksi yang tegas.

Law Inforcement harus diberlakukan dalam menata tata niaga minyak goreng maupun CPO,” sambungnya. (Rep-01)

Pos terkait