Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan, tidak akan mentolerir oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun pejabat pemerintah di DIY, jika terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Penegasan tersebut disampaikan Sultan usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberantasan Korupsi Terintegrasi DIY bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Kamis (30/6/2022).
“Saya sebagai gubernur memang punya tugas membina ASN, tapi kalau mereka menyalahgunakan dan melakukan tindak pidana yang melanggar hukum, maka itu konsekuensi mereka sendiri untuk bertanggung jawab,” tegas Sri Sultan melalui siaran pers Humas Pemda DIY.
Terlebih, kata Sultan, para ASN dan pejabat telah menandatangani kesepakatan untuk tidak menyalahgunakan wewenang dan melakukan korupsi.
Selain itu, korupsi mengikis kemampuan institusi pemerintah, karena pengabaian prosedur, pengurasan sumberdaya, dan pejabat diangkat bukan karena prestasi. Korupsi mendelegitimasi pemerintahan dan nilai-nilai demokrasi, terutama trust dan toleransi sehingga menghambat proses demokrasi dan penyelenggaraan good governance. Hal ini karena korupsi memperlambat pembangunan, menimbulkan ketidakefisienan, serta meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal yang berdampak negatif terhadap kesejahteraan umum.
Dari sisi politis, menurut Sultan, korupsi memberikan ancaman besar bagi warga negara karena hanya menguntungkan oknum tertentu dan pasti merugikan negara dan rakyat. Bersifat sistemik, massif, terstruktur dan terorganisir, serta berskala luas sehingga korupsi tergolong kejahatan luar biasa yang setara dengan terorisme.
“Korupsi yang dilakukan oleh satu oknum saja sudah sangat merugikan dan memangkas hal masyarakat luas untuk sejahtera. Semakin luar biasa dampaknya jika korupsi dilakukan terstruktur. Kerugian negara serta kesengsaraan rakyat tentu tidak bisa dihindari,” ucap Sultan.
Untuk itu, Gubernur DIY berharap, pemahaman dan edukasi pencegahan korupsi diintensifkan dan diintegrasikan secara multi sector dan multi segment sejak usia dini. Hal ini penting sebagai upaya preventif agar negara dapat dikelola secara bersih dan bermartabat. Satu Operasi Tangkap Tangan (OTT) hanya akan menyelesaikan satu kasus, tetapi edukasi sejak dini dan berkelanjutan akan menyelamatkan bangsa ini dari bahaya laten korupsi dari generasi ke generasi,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK RI, Nurul Ghufron menambakan, Pemda merupakan instrumen penting dalam bernegara karena menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat.
“Sri Sultan Hamengku Buwono IX telah mengingatkan bahwa ‘Takhta untuk Rakyat’. Sebuah slogan yang seharusnya diresapi dan dimaknai oleh seluruh pemimpin di DIY saat ini dalam bekerja melayani rakyat. Slogan yang pada akhirnya turut dijadikan pegangan untuk tidak tergiur pada tindakan korupsi karena akan menghambat pembangunan.
Tidak hanya itu, kata Nurul, para pemimpin juga bisa menjalankan semangat yang telah dipancarkan oleh Tugu Golong Gilig. Tugu yang memiliki filosofi bahwa masyarakat DIY ‘manunggaling kawulo lan Gusti’. Semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan, sesuatu yang utuh, dan menyiratkan semangat dan niat menyatukan semua golongan.
Ghufron mengimbau kepada seluruh jajaran Pemda DIY agar bersama-sama menjalankan tugasnya demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan individu maupun kelompok. Dengan semangat itu, maka tidak akan ada lagi catatan KPK terkait kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah maupun anggota legislatif.
“KPK siap mendampingi, memberikan arahan, dan koordinasi berkala demi menutup celah-celah korupsi yang ada di daerah,” tegasnya.
“Kegiatan ini bisa menjadi momentum untuk memerangi korupsi secara intensif guna membangun bangsa yang beradab dan bermartabat,” anggapnya.
Pada kesempatan ini, Pemda dan KPK juga melakukan penandatangan kerjasama Whistleblowing System (WSB), dengan harapan bisa menekan perilaku koruptif oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. (Ed-01)