Jumpa pers Youth Forum dan PKBI DIY, di kantor PKBI Yogyakarta, Kamis (6/4/2017). (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Angka Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) di kalangan remaja terhitung tinggi di DIY. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, hingga bulan November 2016 saja sudah mencapai 686 kasus.
Kondisi tersebut mengundang keprihatinan bagi Youth Forum dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY. Ketua Youth Forum DIY, Ndaru Tejo Laksono menduga, besarnya angka KTD di kalangan remaja itu tak lepas dari ketidaktahuan mereka tentang pentingnya kesehatan reproduksi, karena minimnya informasi yang mereka dapatkan dari keluarga maupun sekolahan.
“Remaja itu dalam masa pencarian jati diri, emosinya labil. Sementara sekarang banyak informasi yang belum tentu kebenarannya, termasuk mitos-mitos (tentang seksualitas),” kata Ndaru kepada wartawan, di kantor PKBI DIY, Kamis (6/4/2017).
Pengurus daerah PKBI DIY, Fisa Sasmawati menambahkan, latar belakang terjadinya KTD bisa bermacam-macam, seperti remaja dari keluarga yang broken home, dan kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
“Di keluarga saja misalnya, tidak semua remaja putri bisa membicarakan soal menstruasi karena dianggap tabu,” sesalnya.
Oleh karenanya, Youth Forum dan PKBI DIY mendesak pemerintah, khususnya di DIY agar memberikan Comprehensive Sexual Education (CSE) atau pendidikan seks yang komprehensif bagi remaja, baik melalui mata pelajaran di sekolah maupun konseling kesehatan reproduksi di pusat-pusat layanan kesehatan.
Meskipun di DIY sebenarnya telah memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) No 109 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Remaja, namun sejauh ini, baru Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang menerapkan kebijakan CSE.
Sementara ditemui terpisah, Nia, salah satu siswa SLTA di DIY juga menilai, pendidikan kesehatan reproduksi penting diberikan kepada remaja, khususnya di bangku sekolah agar mereka benar-benar mengerti tentang hal tersebut.
“Selama ini kami sering dinasehati oleh guru di sekolah untuk membatasi pergaulan terutama dengan lawan jenis, namun itu tidak masuk dalam mata pelajaran khusus, melainkan hanya sekedar nasehat di sela-sela mereka mengajar,” ungkap Nia kepada kabarkota.com. (Rep-03/Ed-03)