Ini Janji-janji Calon Wakil Wali Kota Yogyakarta Jika Terpilih

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Dua calon Wakil Wali Kota Yogyakarta Achmad Fadli dan Heroe Poerwadi menjanjikan ruang publik yang ramah perempuan. Di antaranya menyediakan ruang laktasi, tempat penitipan anak, dan mempermudah proses persalinan ibu hamil.

Dua calon Wakil Wali Kota Yogyakarta itu muncul dalam diskusi publik Beranda Perempuan bertajuk Menguji Perspektif Perempuan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Yogyakarta 2017. Diskusi ini digelar oleh Divisi Gender Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Yayasan Satunama, dan Balairung Universitas Gadjah Mada Yogyakarta di Gelanggang Mahasiswa I UGM Yogyakarta, Selasa (6/12/2016)

Calon Wakil Wali Kota Yogyakarta, Achmad Fadli, menyindir musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan dan kecamatan, yang tidak banyak melibatkan perempuan sehingga banyak persoalan perempuan yang tidak selesai. Misalnya angka kematian ibu hamil yang mencapai 125,88 per 100 ribu kelahiran.

Dia berjanji akan membicarakan tentang kesehatan, pendidikan, dan perempuan secara khusus pada Musrenbang. Dia juga akan memperbanyak fasilitas publik untuk perempuan, misalnya ruang laktasi, toilet, dan tempat penitipan anak. “Toilet untuk perempuan mestinya lebih banyak ketimbang laki-laki,” kata Fadli.

Calon Wakil Wali Kota Heroe Poerwadi, juga menjanjikan pendekatan kesetaraan gender. Caranya melalui aturan atau perundang-undangan yang menjamin kesetaraan perempuan. Misalnya memperbaiki Peraturan Daerah yang tidak ramah terhadap perempuan. “Perlu memperbanyak tempat penitipan anak dan ruang laktasi perempuan,” kata dia.

Selain itu, Heroe juga mengatakan akan memberikan alokasi anggaran untuk mendukung keterampilan perempuan. Dia menyebut Kota Yogyakarta sudah punya Peraturan Wali Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi perempuan dan anak. Selain itu, ia berjanji akan memberdayakan perempuan secara mandiri.

Aktivis perempuan dari Satunama, Nunung Qomariyah, menantang Calon Wali Kota dan Wakil Kota Yogyakarta untuk melakukan evaluasi terhadap program yang melindungi perempuan. Menurut dia, yang dibutuhkan masyarakat dari kepala daerah tidak hanya menyerap anggaran. Namun, lebih menekankan pada sejauh mana keberhasilan program itu. Dia mencontohkan persoalan kekerasan terhadap perempuan. Nunung merujuk pada data organisasi non-pemerintah Rifka Annisa Women’s Crisis Center yang menunjukkan terdapat 300 kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun. Dari data itu, setidaknya terdapat satu kekerasan terhadap perempuan setiap harinya di Yogyakarta sepanjang tahun 2009-2015.

Selain itu, dalam diskusi Nunung meminta calon kepala daerah untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam pengambilan kebijakan pro-perempuan. “Harus dievaluasi seberapa besar pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan,” kata Nunung.

(ed-02)

Pos terkait