Menristek dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) RI, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro saat membuka Silaturrahim Nasional Konsorsium LPPM PTMA di Yogyakarta, Selasa (7/1/2020). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Menteri Riset, Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) RI, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro berharap kehadiran Lembaga Penelitian, Publikasi, dan pengabdian Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (LPPM PTMA) tak sekedar untuk menaikkan ranking Perguruan Tinggi. Melainkan juga sebagai agen pengembangan ekonomi (agent of economic development).
Harapan tersebut disampaikan Bambang saat membuka Silaturrahim Nasional Konsorsium LPPM PTMA di Yogyakarta, Selasa (7/1/2020).
“LPPM harus aktif,” pinta mantan Menteri Keuangan ini.
Hasil riset yang dilakukan Perguruan Tinggi, pinta Bambang, semestinya tak sekedar berhenti di publikasi jurnal, tetapi berlanjut hingga membuahkan inovasi. Sudah saatnya Perguruan Tinggi termasuk Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah memikirkan hasil riset yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha, sehingga menghasilkan produk yang inovatif dan kompetitif.
Sampai dengan saat ini, ungkap Bambang, belum ada hasil riset dari Indonesia yang mendunia. Artinya, produk yang dihasilkan dari riset itu dicari oleh masyarakat dunia, sebagaimana produk-produk dari Korea dan Jepang yang kini merajai pasar dunia.
Selain itu, menurutnya, jumlah periset di Indonesia sekarang ini juga masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan populasi penduduk Indonesia. Bahkan, anggaran riset dari APBN baru sekitar Rp 40 Triliun per tahun. Itu pun, 85% didominasi untuk risetnya pemerintah.
Sementara Harun Joko Prayitno mewakili Ketua Majelis Dikti Litbang Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengungkapkan, sebenarnya sudah banyak hasil riset LPPM PTMA. Meskipun hasil riset tersebut masih sebatas untuk kepentingan Perguruan Tinggi, namun ada juga beberapa hasil riset tetapan yang diaplikasikan untuk dunia industri.
Harun menyebut, jumlah PTMA di Indonesia kini sebanyak 170, dan menghasilkan 361 jurnal yang sudah terindeks di Science and Technology Index (Sinta). Dari jumlah tersebut, lima diantaranya masuk di indeks Sinta I (Scopus). (Rep-02)