Ilustrasi: Pembagian dana kompensasi BBM di Kantor Pos Besar Yogyakarta pada era pemerintahan SBY. (Sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Ketua Umum Paguyuban dukuh se-DIY "Semar Sembogo", Sukiman mengaku kesulitan dalam membagikan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebagai kompensasi atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di era Jokowi – JK.
Pihaknya menilai, waktu pembagian yang "mepet" (sangat terbatas) dan tanpa sosialisasi terlebiih dahulu membuat para dukuh yang merupakan bagian terbawah dari level di pemerintahan harus menghadapi berbagai persoalan.
"Berangkat dari situasi di wilayah kami, pemaksaanwaktu percepatan untuk pembagian PSKS sebesar Rp 400 ribu per KK (Kepala Keluarga) itu terus terang kami belum siap," ungkap Sukiman saat dihubungi kabarkota.com melalui sambungan telepon, Sabtu(29/11).
Sukiman menyebutkan, ketidaksiapan itu terkait dengan tidak adanya verifikasi data penerima bantuan karena langsung diterima kantor pos dari Kementrian Sosial (Kemensos). Sementara, pada prakteknya, pihak kantor tidak bisa bekerja sendiri sehingga melibatkan para dukuh dan RT/RW masing-masing wilayah.
"Data dari Kemensos ini belum terverifikasi ulang, apakah warga calon penerima dana itu sudah meninggal, apakah warga yang sebelumnya tergolong cukup sekarang menjadi miskin, atau sebaliknya, warga yang dulunya miskin sekarang sudah meningkat kesejahteraannya," sebut Sukiman.(Baca juga: Penyaluran Dana Kompensasi BBM Gunakan Data Penerima BLSM)
Akibatnya, lanjut dia, dukuh sering mendapatkan protes hingga kecaman dari warga setempat, terutama dari pihak yang tidak menerima atau tidak tepat sasaran.
"Ketidaknyamanan seperti ini sering kami terima," sesal Dukuh dusun Kwagon, Sidorejo, Godean, Sleman ini.
Meski begitu, Sukiman menyatakan tidak setuju jika ada kasus pemotongan bantuan tunai itu dengan dalih pemerataan. Menurutnya, meski pun niatnya baik, tetapi langkah tersebut tidak bisa dibenarkan.
Hanya saja Sukiman meminta, agar warga yang merasa tidak berhak menerima bantuan tersebut tapi mendapatkan jatah dari pemerintah pusat, bersedia untuk mengembalikan melalui dukuh masing-masing.
Selain itu, Pihaknya juga berharap, agar ke depan pemerintah menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan untuk pemberian dana semacam itu. Sebab, kata dia, bukan tidak mungkin di masa mendatang, permasalahan seperti ini akan terulang kembali.
Sukiman mengaku, di dusun Kwagon, dari 68 KK penerima KPKS, lima warga di antaranya terpaksa ditahan pemberian dananya.
"Dari jumlah itu, 63 KK sasaran sudah mengambil dana tersrbut, sementara 2 orang lainnya meninggal, dan sisanya tidak di tempat," sebutnya.
SUTRIYATI