SDM Menjadi Tantangan Pengembangan Desa Wisata di DIY

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Selain kawasan obyek wisata utama, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memiliki potensi wisata alternatif berupa desa wisata yang telah dikembangkan di berbagai wilayah.
Pengelola Desa Wisata Pulesari, Wonokerto, Turi, Sleman, Sarjana mengaku, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi tantangan terbesar untuk pengembangan desa wisata yang mengandalkan wisata agro salak pondoh tersebut.
"Tidak mudah bagi kami untuk mengubah paradigma masyarakat di pedesaan," ungkap Sarjana kepada kabarkota.com di halaman Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Minggu (15/6).
Padahal pengelolaan desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat setempat, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan warga Pulesari.
Meski begitu Sarjana menganggap bahwa keberadaan desa wisata yang telah dirilis sejak tahun 2012 lalu ini, telah membawa perubahan yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Sejak 1,5 tahun terakhir, tingkat kunjungan di desa wisata Pulesari telah mencapai 1.000 – 1.500 orang," tambah Sarjana.
Selain salak pondoh, pihaknya juga mengklaim telah mengembangkan berbagai inovasi untuk menarik perhatian wisatawan, seperti pengembangan budaya dengan menciptakan tari salak, dan juga wisata kuliner, dan wisata alam.
"Unggulan utama kami sekarang adalah tracking sungai dari Kali Bedog yang mengalir sampai ke wilayah Kota Yogyakarta," ucapnya lagi.
Selama ini, sambung dia, desa wisata Pulesari telah dikunjungi, baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, seperti Filipina, India, dan Inggris.
Senada dengan desa wisata Pulesari, Kampung Warso Wisata Warung Boto, di wilayah Umbulharjo, Yogyakarta juga mengalami kendala dalam hal penyiapan SDM untuk mendukung pengembangan kawasan wisata budaya tersebut.
Ketua Kampung Warso Wisata Warung Boto, Purnomo menyatakan bahwa selain persoalan SDM, pihaknya juga mengalami kesulitan dalam hal promosi, meski pun telah bekerja sama dengan sejumlah travel agent.
"Pada tahun 2013 lalu, kami baru menerima kunjungan dari empat rombongan," kata Purnomo kepada kabarkota.com.
Sebenarnya, tambah Purnomo, Kampung Wisata Warung boto yang telah dirilis sejak Juni 2013 lalu, juga memawarkan berbagai daya tarik, seperti Situs budaya, berbagai kerajinan kulit, dan baceman sebagai bagian dari wisata kuliner. Termasuk juga "belik Lanang" dan "belik wadon" yang digunakan untuk pemandian, khususnya saat menjelang datangnya bulan puasa.
"Kami membutuhkan dana sekitar Rp 3 juta – Rp 5 juta untuk pembangunan belik itu", aku Purnomo. 
Oleh karenanya ia berharap, akan mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk bisa membangun tempat pemandian yang berukuran sekitar 3×2 meter tersebut.
Sementara itu, ditemui terpisah, Kepala Bidang Promosi, Dinas Pariwisata DIY, Hero Darmawanta menyebutkan, ada sekitar 60 desa wisata di seluruh DIY. 
"Lima hal yang menjadi komponen utama desa wisata itu adalah daya tarik, event, fasilitas, service, dan paket wisata yang ditawarkan," jelas Hero di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Hero menyatakan, pemerintah daerah juga telah memberikan fasilitasi untuk pengembangan desa wisata ini, dalam bentuk pelatihan-pelatihan, dan promosi wisata. 
"Mereka juga membentuk paguyuban desa wisata sebagai wanaha untuk bertukar informasi," tandas Hero. (jid/tri)

Pos terkait