JAKARTA (kabarkota.com) – Sejak kepala daerah dipilih secara langsung melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), banyak yang terjerat kasus korupsi. Total 327 kepala daerah dari 524 orang terkena proses hukum, 86 persen di antaranya karena kasus korupsi.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan mengatakan, banyaknya kasus korupsi yang dihadapi para kepala daerah itu karena adanya politik biaya tinggi.
“Biaya bayar kampanye mahal. Kerumitan itu membuat terjadi korupsi," paparnya seperti dilansir Humas Kemendagri belum lama ini.
Menurut Djohermansyah, sedikitnya 1000 pilkada secara langsung yang digelar terjadi berbagai macam distorsi yang tidak diharapkan. Walaupun menurutnya ada sisi positif dipilih langsung karena gubernur menjadi inovatif dan dekat dengan rakyat.
“Buah dari desentralisasi termasuk pilkada secara langsung membuat pelaku politik tidak siap. Begitu pula masyarakat pemilih yang kurang siap serta penyelenggara (KPU) yang perlu dikuatkan kapasitasnya,” jelas dia.
Djohermansyah juga menyoroti banyaknya pecah kongsi di antara pasangan kepada daerah terpilih dengan wakil kepala daerah. Berdasarkan catatan Kemendagri, 94 persen kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi.
"Wakil dan kepala gak harmonis pecah," kata Djohermansyah.
Selain itu, menurut Djohermansyah, Pilkada langsung juga menumbuhkan terjadinya politik dinasti. Berdasarkan catatan Kemendagri, 11 persen pemerintahan di daerah merupakan politik dinasti, termasuk jika dilihat dari hasil Pemilihan Legislatif (Pileg), April lalu. "Banyak keluarga kepala daerah memenangkan kursi DPR," jelasnya. (bay)