Susah Payah Masyarakat Yogya di Tengah Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg

Gas Elpiji 3 Kg (dok. pixabay)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kelangkaan gas elpiji 3 kg di pasaran pasca larangan penjualan gas ‘melon’ di pengecer, telah membuat masyarakat kesusahan, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tak terkecuali pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pengecer.

Bacaan Lainnya

Hampir seminggu ini, seorang pelaku UMKM bidang kuliner di Sleman, Fina kesulitan mendapatkan stok gas elpiji 3 kg hingga memengaruhi proses produksi makanan dan minuman untuk berjualan.

“Bahkan untuk merebus air saja, saya terpaksa menggunakan kayu bakar dan ini sangat menyita waktu.” kata Fina kepada kabarkota.com, pada Selasa (4/2/2025).

Menurutnya, ketika memasak menggunakan gas, proses memasak cukup 1 jam, maka ketika menggunakan kayu bakar minimal 1,5 jam. Itu pun tidak bisa ditinggal untuk mengerjakan hal lain.

Fina mengaku, saat gas elpiji bisa dibeli di warung-warung, dirinya bisa mendapatkan stok minimal 2 tabung gas.

“Sekarang saya sudah tidak punya stok sama sekali,” ungkap ibu dua anak ini.

Oleh karenanya, Fina berharap, pemerintah dapat menjaga pasokan gas elpiji 3 kg di pasaran, meskipun harganya relatif lebih mahal, tetapi setidaknya masyarakat tidak kesulitan medapatkannya.

Sedangkan bagi pengecer gas elpiji 3 kg di Bantul, Mamik, aturan larangan penjualan gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer seperti dirinya, cukup mengecewakan. Mengingat, selama ini, penghasilan yang didapat dari hasil penjualan gas elpiji ukuran 3 kg cukup bagus dan pasokan dari pangkalan relatif lancar.

“Minggu lalu, saya dapat pasokan 10 tabung, dan ludes dalam dua hari,” ungkap pemilik salah satu toko kelontong di Bantul ini.

Tetapi dengan adanya rencana larangan tersebut, Mamik mengaku bingung karena itu artinya belasan tabung gas melon yang ia miliki jadi tidak bisa digunakan lagi.

“Kalau mau buka pangkalan gas sendiri, modalnya juga cukup besar,” anggapnya.

Untuk itu, Mamik juga berharap, pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut sehingga gas elpiji 3 kg bisa kembali dijual oleh pengecer seperti dirinya.

Pengamat UGM: Larangan Penjualan LPG 3 kg di Pengecer, Kebijakan Blunder

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi menilai, kebijakan Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia yang melarang penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau gas elpiji 3 kg di pengecer yang berlaku sejak 1 Februari 2025 merupakan kebijakan yang blunder. Lantaran, aturan itu justru mematikan pengusaha akar rumput, menyusahkan konsumen, serta bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo yang berpihak kepada rakyat kecil.

“Dampaknya, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran, dan terperosok menjadi rakyat miskin,” kata Fahmi dalam pernyataan tertulisnya.

Selain itu, konsumen LPG 3 kg yang kebanyakan rakyat kurang mampu juga kesusahan untuk membeli karena tempat tinggalnya yang relatif jauh dari pangkalan gas.

Berhubung kebijakan Bahlil itu blunder, Fahmi meminta agar pemerintah membatalkan larangan pengecer menjual LPG 3 kg.

“Presiden Prabowo harus menegur Bahlil atas kebijakan blunder tersebut agar kebijakan serupa tidak terulang kembali,” tegasnya.

Pemerintah Batalkan Larangan Pengecer Menjual Gas Elpiji 3 Kg

Setelah menuai pro dan kontra atas larangan pengecer menjual gas elpiji 3 kg, pemerintah melalui Menteri ESDM membatalkan kebijakan tersebut sehingga mulai 4 Februari 2025 ini, para pengecer bisa kembali menjual gas ‘melon’.

Pembatalan tersebut juga dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat ditemui wartawan di UGM, pada Selasa (4/2/205).

Airlangga mengatakan, berdasarkan saran Presiden Prabowo, pengecer menjadi sub pangkalan dan itu akan diproses kembali.

“Itu nanti teknisnya di Kementerian ESDM,” tegas Airlangga. (Rep-01)

Pos terkait